Mohd Haramen

#RAMADAN23: Muslim Kaya

Oleh : Mohd Haramen, SE, ME.Sy

AJARAN Islam mengajarkan umatnya agar termotivasi menjadi kaya. Diantara ajaran yang memotivasi  hidup patut dan berduit ini yaitu perintah  berzakat dan haji. Agama idealnya bisa mengilhami umat  untuk bekerja keras, bukan berprilaku koruptif.  Boleh menguasai sumber ekonomi, tapi jangan eksploitatif.

BACA JUGA: #RAMADHAN10 : Hilirisasi Amal

Sikap pekerja keras ini ditunjukkan saat perjuangan Siti Hajar berlari-lari antara bukit Safa dan Marwah yang berjarak 1 KM itu.  Siti Hajar berlari-lari  hingga tujuh kali berturut-turut demi mencari setetes air di tengah padang pasir yang tandus tersebut. Meski sebenarnya air Zam Zam itu ternyata  ada di bawah tapak kaki Nabi Ismail AS. Perjuangan memang tak pernah mengkhianati hasil. Tetapi hasil yang diperoleh merupakan anugerah Allah SWT bukan buah dari perjuangan. Jika hasil merupakan buah dari perjuangan, mestinya air zam-zam itu diperoleh secara langsung oleh Siti Hajar. Tetapi ini dianugerahi dibawah tapak kaki Nabi Ismail AS oleh Allah SWT.

BACA JUGA: #RAMADAN8: MELUPAKAN JUMAWA

Usaha Siti Hajar tersebut digerakkan oleh nilai-nilai spritual yang diajarkan Nabi Ibrahim AS. Nilai agama idealnya memang jadi suluh penerang kehidupan. Tapi sayangnya, orang menggunakan agama terkadang hanya saat beribadah, tapi mengabaikan nilai spritual saat bermuamalah. Sehingga muslim Indonesia mayoritas, tetapi hanya sedikit yang kaya. Dari 10 orang terkaya di Indonesia yang direlease Majalah Forbes, hanya satu orang muslim yakni Khairul Tanjung. 

Max Weber, seorang sosiolog dari dunia barat juga pernah membuat tulisan yang berjudul  "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism." Weber meyakini dogma agama bisa meningkatkan etos kerja dan berpikir rasional.  Sehingga bisa menggerakkan ekonomi yang difasilitasi oleh kapitalisme.

BACA JUGA: #RAMADAN7(TUJUH) : Berbagi Kebahagiaan

Selain itu, pemikir muslim Sudirman Hasan, pada medio 2009  juga mempublikasi  buku  yang berjudul "Sufism and the Spirit of Capitalism".  Menurutnya,  Sufisme (tasawuf),  memiliki dua aspek esensial yakni pertumbuhan spiritual (spiritual growth) dan pencapaian material (worldly achievement).  Sudirman meyakini jika makin banyak orang mengamalkan agama, maka secara gradual ekonomi kian maju dan tak menimbulkan luka sosial, patologi moral, dan destruksi alam.

BACA JUGA: #Ramadhan6(Enam) : Hidup Bersahaja

Di luar perkara etos, Prof Dr Erani Yustika juga pernah menulis bahwa sekurang-kurangnya, agama ini telah menyumbangkan tiga hal penting dalam memandu amaliah ekonomi. Satu, membatasi umat melakukan tindakan yang menabrak norma, seperti penipuan dan eksploitasi.  Dua, agama  mengajak hidup menjadi berfaedah bagi masyarakat. Implikasinya, setiap aktivitas ekonomi mesti dibagi dengan yang lain, bukan mengambil keseluruhan sumber daya hingga sampai kerak bumi  sehingga menimbulkan ketimpangan. Tiga, memuliakan lingkungan agar pembangunan  bisa berkelanjutan. Trisula inilah yang menjadi pijar keberkahan.

(Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Batanghari)

Penulis: Mohd Haramen
Editor: Arya Abisatya