Mohd Haramen

#RAMADHAN10 : Hilirisasi Amal

Oleh : Mohd Haramen, SE.ME,Sy

 

ISTILAH Hilirisasi erat kaitannya dengan ekonomi. Dalam sektor ekonomi yang dimaksud dengan hilirisasi yakni  melakukan transformasi ekonomi.  Dari mengandalkan sumber daya alam bergeser ke industri olahan yang  memiliki nilai tambah besar. Banyak ekonom berpendapat ekonomi sebuah negara akan melambat seiring perjalanan waktu ketika hanya mengandalkan sumber daya alam saja. Tanpa memproses bahan baku tersebut menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi.

BACA JUGA: #RAMADAN8: MELUPAKAN JUMAWA

Melakukan transformasi ekonomi ini bukanlah hal mudah. Kebutuhan akan tenaga kerja terampil dan modal yang cukup besar perlu dipersiapkan. Mesin dan teknologi tidak hanya dikuasai, tapi juga harus dimiliki. Hanya saja sayangnya, pemodal besar dinegeri ini sangatlah minim. Menurut data yang direlease beberapa media, hanya satu persen orang terkaya di Indonesia yang menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Bahkan mirisnya, kondisi ini membuat Indonesia menempati rangking ke empat terburuk di dunia sebagai negara yang konsentrasi kekayaannya dikuasai hanya segelintir orang.

BACA JUGA: #RAMADAN7(TUJUH) : Berbagi Kebahagiaan

Sehingga jika tak hati-hati, program hilirisasi bisa menciptakan kesenjangan pendapatan yang semakin dalam. Penduduk yang kaya semakin berkibar, sedangkan yang miskin semakin terseok seok. Makanya diperlukan konsep kolaborasi dalam menerapkan hilirisasi ekonomi tersebut. Bagaimana mengkolaborasikan antara pemodal besar dan UKM untuk menggerakkan kebijakan hilirisasi tersebut. Agar yang kecil terangkat, yang besar juga menikmati pertumbuhan. 

BACA JUGA: #RAMADAN5 (Lima): Merajut Integritas

Fenomena di atas dalam hal ekonomi. Dalam hal ibadah, Ramadhan ini merupakan fasilitas yang disiapkan tuhan agar kita bisa melakukan hilirisasi amaliyah. Sejumlah kebijakanpun disiapkan agar proses hilirisasi ini bisa menghasilkan nilai tambah berupa pahala yang berlipat ganda. Disamping puasa, disiapkan sholat tarawih sebagai pendulang pahala. Tarawihpun diatur jumlahnya, ada yang 8 rakaat, ada 20 rakaat dan ada yang 36 rakaat. Sesuai kemampuan masing-masing individu. Bagi yang beragama dengan dalil naqli (Alqur'an & Hadist) dan aqli (rasional), tentu memilih jumlah yang banyak rakaatnya, minimal yang menengah. Karena sesuai hukum alam (aqli), yang banyak berusaha akan berpeluang mendapat hasil yang lebih besar dibandingkan yang malas. Sayangnya terkadang, fasilitas ini tidak dimanfaatkan ummat. Padahal skenario yang dibuat oleh Allah SWT tersebut cukup memikat.

BACA JUGA: #Ramadhan 4 (Empat) : Membumikan Keadilan

Agar mendapat pahala yang maksimal, mekanisme dan tata cara berpuasapun diatur sedemikian rupa. Selain menahan lapar dan dahaga, juga diminta menahan diri dari hasat, hasut, iri, dengki, dan lain-lain. Ini agar supaya kita sadar, bahwa manusia itu mahluk sosial. Jika tak bisa membahagiakan orang lain, jangan sampai menyakiti, jika tak bisa membuat orang lain tersenyum, minimal jangan membuatnya menangis. Apabila masih tetap juga menyakiti, maka pahala puasanyapun terancam. “Banyak orang berpuasa, tapi hanya mendapat lapar dan dahaga,” demikian Sabda Rasulullah SAW.

 

(Penulis adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kemendes PDTT RI untuk wilayah Kabupaten Batanghari dan juga pengurus wilayah IKA PMII Provinsi Jambi)

 

Penulis: Mohd Haramen
Editor: Arya Abisatya