"Taman Pancasila bukan sekadar tempat, tetapi ruang kebangsaan yang menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan Jambi dalam semangat Pancasila.”
OLEH: Dr. FAHMI RASID *
PUBLIK JAMBI BEBERAPA WAKTU TERAKHIR dikejutkan oleh kabar dibongkarnya Patung Sultan Thaha Syaifuddin, pahlawan nasional kebanggaan masyarakat Jambi, yang selama ini berdiri di depan Kantor Gubernur. Banyak masyarakat mengekspresikan rasa terkejut, bahkan kecewa, karena mengira pemerintah menghapus simbol sejarah yang telah menjadi kebanggaan daerah. Namun sesungguhnya, di balik berbagai persepsi itu, tersimpan sebuah makna besar dan rencana visioner yang tengah diwujudkan : membangun kembali simbol perjuangan dengan kehormatan yang lebih tinggi baik secara fisik maupun nilai.
Pemerintah Provinsi Jambi melalui Bidang Cipta Karya Dinas PUPR kini tengah melaksanakan penataan kawasan depan Kantor Gubernur yang akan menjadi IKON BARU Kota Jambi : “Taman Pancasila.” Berlokasi di jantung Telanaipura, tepat di hadapan Kantor Gubernur, taman ini bukan sekadar ruang terbuka hijau, melainkan ruang refleksi kebangsaan yang mempersatukan nilai kepahlawanan Sultan Thaha dengan semangat ideologi bangsa Pancasila.
Langkah ini bukan tanpa dasar. Ia melalui proses panjang dan penuh pertimbangan. Sebuah tim inti (core team) yang terdiri dari para ahli arsitektur, sejarah, dan kebudayaan bekerja secara cermat untuk memastikan setiap unsur pembangunan mengandung makna filosofis dan nilai edukatif. Di tengah arus modernisasi yang kerap mengikis akar sejarah, Taman Pancasila justru hadir sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan, membangun tanpa menghapus, memperindah tanpa melupakan.
Sinergi Simbol Daerah dan Ideologi Bangsa;
Selama ini, Patung Sultan Thaha Syaifuddin menjadi simbol keberanian rakyat Jambi dalam melawan penjajahan. Sosok beliau merepresentasikan keteguhan hati, kejujuran, dan pengorbanan demi martabat bangsa. Dalam rancangan baru, Sultan Thaha tidak dihilangkan melainkan dihadirkan kembali dengan kemuliaan yang lebih tinggi dan diintegrasikan secara harmonis dengan simbol Garuda Pancasila, lambang ideologi negara.
Kedua patung itu akan berdiri berdampingan : Garuda menjulang lebih tinggi bukan untuk mengungguli, tetapi untuk menegaskan bahwa perjuangan Sultan Thaha berakar dari nilai-nilai Pancasila. Dalam pandangan filosofis, ini mengandung pesan mendalam bahwa ideologi berdiri di atas perjuangan, dan perjuangan hidup dalam ideologi bangsa.
Proses perencanaan dan pembangunan ini juga telah dikoordinasikan langsung dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dipimpin Mantan Presiden Perempuan Pertama di Indonesia yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden RI dan tokoh penjaga ideologi bangsa. BPIP tidak hanya memberikan dukungan dan apresiasi penuh, tetapi juga turut merekomendasikan penamaan kawasan ini menjadi “Taman Pancasila.”
Nama ini dipilih untuk melambangkan kesucian dan kemuliaan nilai-nilai kebangsaan, sekaligus mengabadikan semangat perjuangan Sultan Thaha sebagai bagian dari napas Pancasila.
Dibangun dengan Kajian, Dirancang dengan Rasa;
Proses pembangunan Taman Pancasila tidak dilakukan secara tergesa. Setiap keputusan, mulai dari desain, ukuran, hingga bahan patung melalui kajian mendalam dan konsultasi resmi. Patung Garuda Pancasila akan memiliki tinggi sekitar 2,5 meter, sementara Patung Sultan Thaha berukuran 3 meter, dengan proporsi visual yang harmonis dan saling menguatkan. Keduanya terbuat dari tembaga kuningan berkualitas tinggi, berwarna keemasan, melambangkan kemuliaan, kekuatan, dan keteguhan semangat perjuangan. Warna emas ini dipilih untuk memberi kesan agung, elegan, dan menyatu dengan karakter kota yang dinamis berbeda dari patung sebelumnya yang lebih redup dan kurang menonjol di lanskap perkotaan.
Langkah administratif juga ditempuh dengan tertib. Pemerintah Provinsi Jambi telah bersurat resmi kepada BPIP sejak 2 Oktober 2025 untuk memperoleh panduan dan legitimasi atas desain, makna simbolik, serta posisi patung. Bahkan, keluarga besar Sultan Thaha Syaifuddin juga telah memberikan persetujuan dan dukungan penuh, membuktikan bahwa pembangunan ini diterima secara moral dan kultural.
Pembangunan Bukan Penghilangan;
Sebagian masyarakat mungkin menilai pembongkaran patung lama sebagai bentuk penghilangan sejarah. Namun sejatinya, pembangunan bukanlah penghapusan, melainkan penyempurnaan dan pembaruan nilai dalam wujud yang lebih mulia. Patung lama dibongkar untuk memberi ruang bagi simbol baru yang lebih kuat secara makna dan visual. Di sinilah tanggung jawab pemerintah hadir menjaga agar simbol-simbol kebangsaan tetap hidup dan relevan di hati rakyatnya.
Sejarah tidak hilang hanya karena patung berganti rupa. Justru, sejarah hidup ketika nilai-nilai perjuangan terus disuarakan dan diwariskan melalui simbol yang lebih kontekstual. Dengan kehadiran Taman Pancasila, masyarakat Jambi memiliki ruang publik yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga mengandung jiwa sejarah dan napas ideologi.
Menumbuhkan Kesadaran Sejarah Baru;
Di tengah derasnya arus globalisasi, banyak generasi muda mulai menjauh dari akar sejarah dan nilai-nilai kebangsaan. Karena itu, Taman Pancasila diharapkan menjadi ruang edukasi dan refleksi, tempat masyarakat belajar dan menumbuhkan kembali kebanggaan terhadap jati diri bangsa.
Pembangunan ini merupakan bagian dari upaya merawat memori kolektif rakyat Jambi sekaligus memperkuat identitas daerah dalam bingkai ideologi nasional.
Bahwa perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin bukan hanya milik Jambi, tetapi bagian dari perjuangan besar bangsa Indonesia. Patung Garuda Pancasila dan Sultan Thaha yang berdiri berdampingan adalah dua simbol yang saling melengkapi semangat kepahlawanan dan semangat kebangsaan yang berpadu menjadi satu kekuatan moral.
Pesan untuk Masyarakat Jambi;
Kritik dan masukan dari masyarakat adalah bagian penting dari demokrasi. Namun, dalam konteks ini, mari kita memandang pembangunan tersebut dengan kacamata yang jernih dan optimis. Pemerintah tidak sedang menghapus sejarah, melainkan memuliakan kembali warisan itu dalam wujud yang lebih luhur dan berkarakter.
Kita perlu menyadari bahwa penghormatan terhadap pahlawan tidak diukur dari posisi fisik patung, melainkan dari sejauh mana nilai perjuangannya tetap hidup di dalam hati rakyatnya. Selama semangat Sultan Thaha Syaifuddin bersemayam dalam jiwa masyarakat Jambi, maka patung apa pun yang berdiri di sana akan tetap membawa ruh perjuangan yang sama.
Maka, mari kita dukung bersama pembangunan Taman Pancasila sebagai ikon baru kebanggaan masyarakat Jambi simbol harmoni antara masa lalu dan masa depan, antara sejarah dan ideologi, antara kebanggaan daerah dan kecintaan terhadap bangsa.
“Taman Pancasila bukan hanya proyek fisik, tetapi perjalanan spiritual kebangsaan. Di sana, semangat Sultan Thaha Syaifuddin akan terus berdiri tegak, bukan hanya dalam bentuk patung, tetapi dalam denyut kebanggaan rakyat Jambi. Dan di atasnya, Garuda Pancasila mengepakkan sayapnya menegaskan bahwa perjuangan daerah dan ideologi bangsa akan selalu bersatu dalam satu napas: Jambi yang bermartabat, Indonesia yang berdaulat.”