YOGYAKARTA, bungopos.com - Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau Lembaga swadaya masyarakat (LSM) hadir di semua kehidupan masyarakat, mulai dari reformasi di sektor kepemiluan, kesetaraan gender, lingkungan hidup sampai dengan tata kelola organisasi publik. Sayangnya, jumlah OMS yang pernah mencapai lebih dari 300 ribu pada masa-masa awal reformasi kini jumlahnya menurun drastis, bahkan tak sampai 8000 unit.
“Penurunan jumlah ini disebabkan salah satunya karena terus menurunnya dukungan pendanaan dari organisasi donor internasional,” jelas Prof. Dr. Amalinda Savirani, M.A. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Bisnis dan Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
Pidatonya yang berjudul “Antara Civic Making Dan Profit Making: Mencari Pembiayaan Alternatif Masyarakat Sipil Indonesia di Era Neoliberal” ini juga menjelaskan bahwa akibat dari Indonesia yang telah “naik kelas” menjadi Middle Income Country membuatnya tidak lagi menjadi prioritas target bantuan internasional. Tak hanya itu, memang ada pun salah satu ciri dari OMS di Indonesia adalah ketergantungannya pada pendanaan dari lembaga donor internasional, yang bahkan tingkat ketergantungannya dapat mencapai 85%.
“Akibatnya, OMS dan program-programnya sulit untuk berlanjut dalam jangka waktu yang panjang,” tukasnya.
Lebih lanjut, Amalinda pun menjelaskan bahwa Indonesia yang makin terintegrasi dalam praktik ekonomi neoliberal, mengakibatkan terus berkurangnya peran negara dalam mengurusi isu publik dan menguatnya sektor swasta. “Dalam konteks OMS, neoliberalisme berbentuk peningkatan logika manajerialisme akibat kontrol dari lembaga donor. Banyak pegiat OMS mengeluh dibuat sibuk mengurusi laporan keuangan dan workplan,” pungkasnya
Ia pun menjelaskan bahwa terdapat 4 sumber pembiayaan OMS di Indonesia yakni lembaga donor, iuran anggota, donasi individual tak terikat dan hasil mobilisasi publik yang bersifat insidental, dan juga sumber pembiayaan negara. Ia pun menjelaskan bahwa ada 4 opsi pula yang dapat dilakukan OMS untuk mendapatkan dana beserta risiko dari masing-masing opsi tersebut, selain dari sumber dana dari lembaga donor internasional yang kini tengah menyurut. Opsi-opsi yang Amalinda tawarkan tersebut ialah mencari pembiayaan ke negara, mencari pembiayaan ke masyarakat ekonomi, merancang sumber pembiayaan mandiri melalui unit usaha, dan juga meradikalisasi gerakan yang berbasis kerelawanan. (***)