JAKARTA, bungopos.com - Penyakit jantung menjadi salah satu penyakit katastropik atau penyakit yang mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan medis dalam jangka waktu panjang. Bukan itu saja karena penyakit ini membutuhkan biaya pengobatan yang besar.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi jantung mencapai angka 8,5 dari 1.000 penduduk. Oleh karenanya perlu perlakuan khusus bagi masyarakat yang terkena penyakit jantung dan strok dan mereka harus segera ditangani. Jika penanganannya terlambat sedikit saja dapat berakibat fatal lantaran mengurangi risiko untuk selamat.
Selama ini penderita penyakit jantung di Indonesia terutama di luar Pulau Jawa lebih senang jika dirujuk ke rumah sakit di Pulau Jawa. Kelengkapan fasilitas operasi dan ketersediaan dokter spesialis jantung dalam jumlah mencukupi menjadi salah satu faktor yang membuat Pulau Jawa masih menjadi rujukan penderita dari daerah lain. Jika mengacu kepada produktivitas layanan dokter di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita dalam sebulan rata-rata melakukan Tindakan operasi sebanyak 7,13 kali per dokter.
Selain itu, produktivitas rata-rata dari dokter seluruh rumah sakit vertikal dalam melakukan bedah jantung terbuka adalah 2,2 tindakan per dokter setiap bulan. Selain itu, tindakan bedah jantung vaskuler memerlukan waktu tunggu hingga 3 bulan untuk ditangani di RSJPD Harapan Kita. Munculnya perbedaan kapasitas dan waktu tunggu yang cukup lama ini menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat ini pihaknya tengah mengupayakan pemerataan layanan rujukan penyakit jantung di Tanah Air melalui pengembangan jejaring rumah sakit rujukan jantung di seluruh Indonesia. Untuk itu, kemampuan rumah sakit pada setiap provinsi untuk menangani pasien jantung harus terus ditingkatkan. Mengutip data Kemenkes, saat ini telah ada 23 provinsi yang mampu melakukan operasi bedah jantung terbuka. Terbaru dilakukan oleh tim dokter RSJPD Oputa Yi Koo di Sulawesi Tenggara dan menjadi rumah sakit ke-24 yang mampu melakukannya.
Melalui program pengembangan jejaring rumah sakit rujukan jantung ini, rumah sakit di setiap provinsi akan ditingkatkan kapasitasnya dalam memberikan program layanan jantung. Saat ini telah ada rumah sakit di 85 kabupaten/kota yang mampu melakukan kateterisasi jantung. "Operasi by pass itu harus bisa dilakukan di provinsi. Harapan saya, nanti semua kabupaten dan kota sudah bisa pasang ring untuk jantung, dan semua provinsi sudah bisa by pass. Jadi rakyat tidak usah tunggu lama dan kemungkinan hidupnya juga lebih tinggi,” ujar Menkes Budi seperti dikutip dari website Kemenkes.
Dirinya juga menyoroti mulai ditambahkannya peralatan seperti cath lab untuk operasi jantung yang ditunjang oleh kemampuan dokter spesialis jantung pembuluh darah. Karena itu perlu adanya sinergi antara ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni ditunjang oleh alat kesehatan, dan ruang operasi dan Intensive Care Unit (ICU). Agar terjadi percepatan jumlah SDM dokter jantung pembuluh darah, pihak Budi membuka peluang beasiswa bagi dokter umum dan spesialis untuk melanjutkan pendidikan, termasuk di luar negeri. (***)