JAKARTA, bungopos.com - Banyak sekali mitos yang berkembang ditengah-tengah masyarakat terkait dengan imunisasi. Berikut tiga mitos yang berkembang tersebut sebagai berikut : Mitos 1: Imunisasi Tidak Penting karena Penyakitnya Sudah Hilang
Dilansir dari sebuah artikel di UNICEF, saat ini di seluruh dunia ada sekitar 20 juta anak yang belum diimunisasi atau mendapatkan imunisasi dasar tidak lengkap, karena menganggap wabah penyakitnya sudah hilang. Akibatnya, beberapa penyakit berbahaya, yang dulu bisa dicegah oleh vaksin, kini muncul kembali di negara-negara maju dan berkembang, termasuk campak, pertusis (batuk rejan), difteri dan polio.
Mitos 2: Imunisasi Menyebabkan Penyakit
Pemberian imunisasi ada kalanya diikuti dengan efek simpang atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), seperti demam, sakit kepala, nyeri dan bengkak di sekitar area suntikan, kelelahan, anak menjadi rewel dan lain sebagainya. Namun, ini merupakan efek samping yang normal dan biasanya akan sembuh sendiri setelah 3-4 hari.
Anda bisa memberi anak obat penurun panas, kompres air hangat, ASI, jus buah atau susu untuk membantu meringankan gejalanya. Selain itu juga, hindari aktivitas fisik yang terlalu berat atau menguras energi setelah vaksin, untuk mengurangi ketidaknyamanan atau rasa lelah setelah melakukan imunisasi.
Segera periksa ke dokter atau tenaga kesehatan, jika gejala-gejala KIPI ini tidak kunjung membaik atau bertambah parah. Meski demikian, belum ada bukti medis konkrit yang menunjukkan adanya penyakit yang disebabkan oleh imunisasi.
Mitos 3: Vaksin Mengandung Bahan Berbahaya
Kandungan vaksin terdiri dari berbagai bahan yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori komponen, yaitu:
Komponen utama
Komponen utama vaksin adalah antigen, yaitu kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang pembentukan sel-sel antibodi dan kekebalan tubuh. Sel-sel antibodi ini yang akan melindungi tubuh dari serangan penyakit, jika terpapar bakteri atau virus penyebab penyakit tersebut.
Komponen tambahan
Komponen tambahan ini kadarnya rendah dan aman, terdiri dari
Zat penstabil, seperti sukrosa dan albumin, untuk menjaga stabilitas vaksin saat disimpan dengan sistem rantai dingin.
Antibiotik dalam kadar yang sangat rendah, seperti neomycin, untuk mencegah kontaminasi bakteri saat vaksin diproduksi.
Bahan pengawet yang berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur, seperti thimerosal, dan ditambahkan ke dalam vaksin dengan kemasan multidosis.
Ajuvan yang berperan untuk meningkatkan respon imunitas spesifik pada individu penerima, dan ditambahkan ke dalam beberapa jenis vaksin. Contohnya, garam aluminium. (***)