JAKARTA, bungopos.com - Angka produksi susu segar itu meningkat menjadi 968.980 ton pada 2022. Meski total produksi susu segar cukup besar, tetap masih di bawah total kebutuhan susu di tanah air, yang mencapai 4,4 juta ton (2022).
Mencermati hal itu, Kementerian Perindustrian terus berupaya meningkatkan produksi susu, termasuk menjaga ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan susu agar produktivitasnya berjalan baik dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor.
Adanya investasi baru di sektor industri pengolahan susu, khususnya produsen susu cair, menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan baku susu segar dari dalam negeri. Saat ini, merujuk keterangan tertulis Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, dalam keterangannya di Bali, Jumat (24/5/2024), terjadi perubahan demand di pasar, dari susu bubuk dan susu kental manis, menjadi susu cair (UHT dan pasteurisasi) dalam beberapa tahun terakhir.
Adapun produksi terbesar di industri pengolahan susu saat ini didominasi susu cair dan krim (49 persen), sisanya adalah susu kental manis (17 persen), dan susu bubuk (17,5 persen). Seiring hal ini, industri pengolahan susu sudah mampu ekspor dengan beragam produk seperti susu formula, makanan bayi, es krim, keju, yogurt, susu bubuk, susu kental manis, serta susu cair dan krim.
Terkait kinerja industri pengolahan susu, Ditjen Industri Agro memaparkan bahwa sampai 2023 realisasi investasi sektor ini sebesar Rp23,4 triliun dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 37 ribu orang. “Saat ini kondisi perkembangan sektor ini cukup baik, sudah ada 88 pabrik industri pengolahan susu dan turunannya, dengan total kapasitas produksi mencapai 4,64 juta ton per tahun,” jelas Dirjen Putu.
Putu juga mengemukakan, industri pengolahan susu merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Pada 2022, meskipun masih terjadi pandemi Covid-19, industri pengolahan susu mampu berkembang yang ditandai dengan munculnya beberapa investasi baru seperti PT Frisian Flag Indonesia di Kabupaten Bekasi, PT Nestle Indonesia di Kabupaten Batang, PT Kian Mulia di Kabupaten Bekasi, dan rencana investasi Baladna (perusahaan asal Qatar) di Kabupaten Indramayu.
“Ini menunjukkan bahwa bisnis di sektor industri pengolahan susu masih cukup prospektif sekaligus mencerminkan Indonesia sebagai negara tujuan utama investasi karena terciptanya iklim usaha yang kondusif dengan berbagai kebijakan yang probisnis,” tuturnya.
Putu menyatakan, industri pengolahan susu turut memberikan andil besar terhadap pertumbuhan industri agro. “Pada 2023, industri agro mampu tumbuh 4,15 persen, yang menjadi penopang utamanya adalah industri makanan dan minuman dengan pertumbuhannya mencapai 4,47 persen. Sementara itu, industri pengolahan susu termasuk di dalam industri makanan dan minuman,” jelasnya.
Pada triwulan I-2024, industri makanan dan minuman tumbuh sebesar 5,87 persen, meningkat dibandingkan periode triwulan I-2023. “Sedangkan untuk kontribusi industri agro terhadap PDB industri pengolahan nonmigas sebesar 51,54 persen, dan terhadap PDB Nasional sebesar 9 persen,” imbuhnya.
Putu optimistis, kinerja industri pengolahan susu akan semakin gemilang seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan bertumbuhnya kelas menengah. Selain itu bertransformasinya gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, diyakini konsumsi produk susu olahan akan terus tumbuh tinggi ke depannya.
Memacu Produksi
Saat ini, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia sebesar 16,9 kg per kapita per tahun setara susu segar. “Jumlah ini perlu dipacu lagi untuk bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Apalagi, peluang peningkatan konsumsi susu di Indonesia masih sangat besar, yang membuat investor berlomba-lomba untuk meningkatkan investasi di industri pengolahan susu,” ungkapnya.
Namun demikian, diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Sebab, kondisi saat ini, hanya sekitar 20 persen bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri. “Masalah ini disebabkan laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri, yaitu sebesar rata-rata 1 persen dalam enam tahun terakhir, sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3 persen,” sebut Putu. (***)