ILUSTRASI : membayar pajak bisa lewat perbankan

Alibi Dampak Ekonomi, 2025 Tarif Pajak Pertambahan Nilai Dipatok Naik 12%

Amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menetapkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% saat ini menjadi 12% mulai tahun depan. Kenaikan PPN tersebut mulai akan berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Presiden Jokowi menandatangani UU tentang kenaikan PPN tersebut sejak 29 Oktober 2021. Adanya perubahan pemimpin pada tahun 2024 menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto tidak akan memengaruhi rencana yang sudah disusun terkait kenaikan PPN.

PPN adalah biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh konsumen saat mereka membeli sesuatu. Namun, tidak semua barang yang dibeli dikenakan PPN, melainkan barang yang statusnya sebagai Barang Kena Pajak (BKP). Dalam hal ini, perusahaan yang menjual barang dan jasa tertentu bertindak sebagai perantara dan mengenakan PPN sebesar 12 persen kepada konsumen akhir sebelum disetorkan ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Saat ini, negara Asia Tenggara yang memiliki PPN tertinggi adalah Filipina dengan PPN sebesar 12 persen.

Beberapa barang yang saat ini dikenakan tarif PPN yaitu rumah, apartment, mobil, tanah, hak paten, hak cipta, merk dagang, alat-alat elektronik.

Langkah untuk menaikkan PPN menjadi 12% ini dirancang untuk mengatasi defisit anggaran dan meningkatkan pendapatan negara. Namun, keputusan ini tidak hanya mempengaruhi pemerintah saja, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada berbagai sektor ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan.

Kenaikan tarif PPN dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Ini dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi karena biaya produksi yang lebih tinggi akan diteruskan kepada konsumen. Konsumen kemungkinan akan merasakan tekanan pada daya beli mereka karena harga barang yang lebih tinggi.

Kenaikan tarif PPN dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan pemerintah. Dengan pendapatan yang lebih tinggi dari PPN, pemerintah dapat memiliki lebih banyak sumber daya untuk menutup defisit anggaran atau untuk membiayai program-program yang diperlukan. Namun, ada juga kemungkinan bahwa kenaikan tarif PPN dapat menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dampak kenaikan tarif PPN pada kesejahteraan masyarakat perlu dievaluasi dengan cermat. Di satu sisi, pendapatan tambahan bagi pemerintah dapat digunakan untuk meningkatkan layanan publik dan infrastruktur yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, di sisi lain kenaikan harga barang dan jasa dapat menyebabkan kesulitan bagi rumah tangga dengan pendapatan rendah, yang mungkin harus mengurangi konsumsi barang dan jasa penting. (***)

 

Editor: Arya Abisatya
Sumber: https://umsu.ac.id/