Oleh : H. Navarin Karim
Fenomena pemimpin muda mungkin paling menggejala di Provinsi. Diawali Al Haris di usia 40 tahun terpilih menjadi Bupati Merangin, dan di usia 48 tahun terpilih menjadi gubernur Jambi mengalahkan kompetitor-kompetitornya yang jauh lebih tua. Selanjutnya Prof. Asad Isma, M.Pd dalam usia 54 tahun terpilih menjadi Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jambi , juga mengalahkan kompetitornya yang jauh lebih tua dan petahana. Demikian juga Prof. Dr. Helmi, SH., M.H. terpilih menjadi Rektor Unja dalam usia 52 tahun yang mengalahkan kompetitornya yang jauh lebih tua dan petahana, Artinya mereka berpengalaman dan memenuhi syarat normatif bisa tidak dipilih lagi.
Terakhir calon Wakil Presiden Gibran Raka buming Raka jika nanti sudah diputuskan KPU terpilih dan tidak ada lagi gugatan berarti akan resmi menjadi wakil Presiden pada usia 36 tahun. Usia yang sangat muda (too young).
berarti memperkuat hipotesa menerima gugurnya teori persyaratan kriteria Managerial skill dan tehnical skill yang pernah dikemukakan oleh Prof. Dr. SP. Siagian, MPA dalam buku Filsafat Administrasi. Pertanyaan yang muncul : Mengapa pemilih lebih cenderung memilih kandidat relatif lebih muda untuk jabatan melalui prosedur pemilihan? Fakta ini dapat menggugurkan teori persyaratan Managerial Skill dan tehnical Skill yang harus dipenuhi oleh seorang pimpinan puncak (top manager).
Persyaratan Managerial dan Tehnical Skill
Secara normatif ditetapkan bahwa Top Manager harus memiliki 75 % managerial skill dan 25 % tehnical skill. Tuntutan 75 % Managerial skill dimaknai ia harus memiliki pengalaman. Pengalaman tidak bisa dipisahkan dengan senioritas, karena semakin berumur tentu lebih banyak makan asam garam kehidupan, artinya pengalaman sudah sangat mumpuni menapak jabatan puncak (top manager). Namun hal ini terbantahkan, dengan mengemukakan jawaban : jika demikian peluang kecil bagi calon pemimpin muda berprestasi untuk bersaing dengan seniornya, kapan mereka diberi kesempatan untuk menerapkan terobosan (cara berfikir out of the the box) atau cara berfikir sat set, sat set (sitir istilah Ganjar Pranowo). Pemimpin muda diibaratkan memiliki energi yang lebih dalam melakukan sidak (on the spot) ketimbang mereka yang sudah mulai senja (relatif tua) dan relatif lebih hati-hati berkaitan dengan keberanian dalam membuat keputusan. Analoginya yang lebih akan lebih berani memutuskan dalam mengendarai/menyetir mobil ngebut di jalan raya ketimbang yang lebih muda. Senior lebih hati-hati, sementara yang muda spekulasi keputusannya lebih moderat.
Untuk middle manager yang semula harus memiliki 50 % managerial skill dan 50 % tehnical skill, ke depan mungkin akan terjadi pergeseran menjadi 25 % managerial skill dan 50 % tehnical skill. Sementara untuk penyelia (lower) mungkin tidak banyak perobahan yaitu 25 % managerial skill dan 75 % technical skill. Pemikiran ini dengan ilustrasi misalnya jabatan penyelia pemasaran, tidak mungkin dia bisa mengarahkan salesnya jika dia sendiri belum punya banyak pengalaman dengan trick-trick pemasaran yang jitu.
Mengeliminir Kekurangan Pemimpin Muda
Menurut pakar kepemimpinan (Andrew Senduk), ada dua kelemahan pemimpin muda adalah (1) jangka perhatian jangka pendek (short attention span). Andrew menjelaskan bahwa konsekuensinya para milenial lebih menyukai hasil yang instan. “Berarti kalau tidak ada hasil yang jelas dalam 24 jam , maka mereka mulai mengeluh, atau cemas , atau tidak sabaran. (2) Terancam kehilangan jati dirinya karena terdistraksi bermacam hal di dunia maya. Distraksi atau kecohan merupakan memisahkan atau menjauhkan diri kita dari kenyataan atau masalah yang harus kita fokuskan pada saat ini, mengalihkan perhatian kita ke subjek lain yang lebih mengkhawatirkan atau leih menyenangkan, sehingga dapat diartikan bahwa distraksi adalah hal yang dapat mengalihkan perhatian. (3) Terlalu percaya diri, bekerja normative , fokus pada hal-hal yang bersifat administrative. Jika dilihat dari pendapat diatas kelemahan pemimpin muda ini mungkin lebih pas kita tujukan kepada Gibran Raka Bumi Raka, karena ia masih sangat muda (36 tahun) dan masih masuk katagori umur milenial, sementara Gubernur Jambi serta kedua Rektor yang disebut diatas relatif sudah berada pada usia yng lebih matang walaupun muncul diskursus masih tergolong muda. Namun mereka punya pengalaman yang lebih baik baik, seperti Gubernur Jambi sudah menjadi Bupati hampir 8 tahun, Rektor UIN sudah pernah menjadi Sekretaris kopertais dan Rektor Unja sudah menjalani jabatan dekan di Fakultas hukum universitas Jambi, bahkan sudah guru Besar. Usia 48 tahun saja masih dianggap muda utuk top manajer. Apa lagi (Opo maneh) 36 tahun? Ambigu bukan ! Jabatan penimpin muda banyak ditemukan untuk perusahan Start-Up, dan Perguruan Tinggi Swasta, dimana orang tuanya adalah sebagai ketua Yayasan . Jangan heran di peusahaan start Up dan Yayasan, jika yang memimpin usia dibawah 40 tahun, sementara stafnya berusia diatas 40 tahun bahkan diatas 50 tahun. Pemimpin-pemimpin muda masih perlu penasehat untuk mengingatkan jangan sampai terjebak karena kelemahan struktur usia tersebut bersifat alami (given).