Navarin Karim

Mencari Figur yang Pas Pimpin Kota Jambi

Kota Jambi tahun 2024 akan memilih Walikota Jambi yang mampu merubah wajah Jambi bukan hanya dari penampilan bersih, aman dan tertib. Kalau ini gampanglah. Menjadi pelik manakala dihubungkan dengan mencari pemimpin yang paham tentang keseimbangan Tata Ruang dan estetika dan mampu mencari sumber pemasukan daerah. Jangan lagi kita mendengar istilah daerah mengalami defisit. Ini erat kaitannya dengan kegagalan pemerintah daerah dalam mencari sumber-sumber baru Pendapatan Asli Daerah dan peningkatan Produk Domestic Regional Bruto (PDRB). Secara ekonomi dikatakan defisit berarti besar pengeluaran dari pemasukan. Kota adalah barometer keberhasilan provinsi dalam berbagai aspek pembangunan, makanya kita harus mampu menyeleksi siapa yang akan didukung dan dipilih. Jadi bukan asal pilih. Dukungan partai terhadap calon itu hanya syarat administrasi yang tertuang dalam peraturan Perundang-perundangan, namun rakyatlah yang lebih menentukan penentuan pemimpin yang tepat.

Tata Ruang Kota

Tata Ruang kota Jambi yang masih jadi masalah adalah kemacetan dan masih ditemukan perkampungan kumuh (slum). Ini adalah warisan lama karena pembangunan beberapa dekade sebelum seolah tanpa master plan. Master plan yang baik seharusnya penataan jalan lebih dahulu baru bangunan, bukan bangunan terlebih dahulu baru jalan menyesuaikan. Contoh baik seperti di perumahan Citra Land, bangun jalan dulu baru perumahan.  Akibat master plan ini masih kita temukan sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi, Mall, hotel  dengan lahan parkir terbatas berdiri  di tengah kota, ini jelas akan menyumbang  kemacetan walaupun telah ada upaya pelebaran jalan.  Namun tidak sesuai dengan pertambahan kuantitas kenderaan bermotor (baca : motor dan mobil). Izin Mendirikan Bangunan yang kurang ketat, misal seharusnya untuk pusat perbelanjaan grosiran dalam praktek retail, ditemukan pula hotel punya lahan lebih kurang antara dua atau tiga tumbuk dibangun 10 tingkat. Belum lagi ditemukan beberapa Perguruan Tinggi Swasta dengan lahan terbatas dibangun ditengah kota. Parkir yang terbatas, solusinya tentu akan berimbas kepada penyempitan jalan. Penulis pernah melihat di Malaysia, hotel dan Mall dibangun jauh dari keramaian kota, namun tetap banyak penghuni dan pengunjung yang berbelanja dengan asumsi akses jalan sudah tersedia. Kasus kebakaran di kampung  Legok yang padat kumuh dan padat serta emak-emak melakukan aksi di bekas tempat pelacuran Payo Sigadung Kota Jambi baru-baru ini adalah gambaran tidak seriusnya kota Jambi merivitalisasi kampung slum.  Solusi kampung slum adalah dengan melakukan relokasi, kondisikan terlebih dahulu rumah susun, kemudian sosialisasikan dan ganti rugi lahan yang pantas kepada pemilik rumah kumuh sekitarnya untuk menghuni rumah susun. Dengan demikian Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara otomatis akan terbentuk dengan sendirinya. Belajar juga dengan perkampungan kumuh Keramat Tunggak Jakarta yang sekarang sudah direvitalisasi, dahulunya dikenal sebagai tempat kumuh dan lokalisasi pelacuran. Sekarang sudah hilang stigma negative daerah slum. Untuk daerah—daerah langganan  banjir seperti kelurahan Danau Teluk, solusi yang paling tepat Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun waduk seperti Waduk Jati Luhur di Jakarta atau waduk Kedung Umbo di Jawa Tengah. Tentunya masyarakat sekitar di relokasi dengan penggantian biaya yang setimpal.

Kreatifitas Memperoleh PAD

Pemerintah perlu explore peluang-peluang memperoleh sumber pemasukan daerah tentunya dengan feasibility study yang memadai. Beberapa potensi yang ada dikembangkan lebih lanjut.

Sektor income utama yang harus ditingkatkan adalah destinasi parawisata. Jika domestic local berkenan berkunjung ke tempat destinasi yang ada di kota, paling tidak devisa tidak lari ke luar.

Misal Kebun Binatang yang ada di Palmerah kenapa tidak dibuat seperti Taman Safari di Bogor yang sekarang dicontoh pula pemerintah kota Bandung. Dinas Parawisata bisa adopsi, karena bakal banyak turis domestic yang akan berkunjung. Disediakan juga pilihan-pilihan kuliner yang dapat dinikmati pengunjung.

Taman Dinosaurus seperti di Malang, kenapa Jambi tidak bisa? Cari investor dari luar, maksimalkan kerjasama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPMD), selama ini peran BKPMD yang masih belum optimal.

Untuk destinasi yang memerlukan uji adrenalin, kenapa tidak dibuat kereta gantung ( cable car) dari Wiltop ke Seberang. Pasti banyak yang senang, tentunya berbayar tidak seperti Gentala Arasy, investasi besar tetapi tidak ada pemasukan.  Dinas Pemberdayaan Masyarakat perlu  bekerja sama dengan Perguruan Tinggi untuk melakukan survey terhadap potensi-potensi pengangguran.

Selanjutnya beri pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) dan selesai pelatihan berikan modal awal agar  mereka bisa berusaha dan tetap dibimbing dan dipantau hingga mereka mandiri. BLK diharapkan  melakukan disversifikasi  pelatihan sesuai kebutuhan pasar. Jangan pelatihan yang diberikan sudah jenuh di pasaran.

Last but not least, partai-partai pengusung lakukan survey terhadap calon walikota yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota  Jambi. Partai adalah pilar terdepan dalam mengusung calon walikota, jika yang diusung salah maka masyarakat sudah pasti terperangkap (catching) dengan pilihan yang salah.  Semoga tidak salah usung partai-partai dalam melaksanakan fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan.  

Penulis: Navarin Karim
Editor: Arya Abisatya