Penulis
Oleh: Dona Piscesika S.T., M.I.Kom *
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi diprediksi akan turun sangat drastis tahun 2026. Ada banyak faktor penyebab, salah satunya pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan Minerba yang juga turun.
Khusus dari minerba (mineral dan batubara), tahun 2022 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari batubara Jambi sempat memasuki masa indah, melebihi Rp655 Miliar, 80 persen dibagi-bagi untuk pemerintah kabupaten dan provinsi Jambi, sisanya 20 persen untuk pemerintah pusat. Tahun 2023 DBH Minerba Jambi terus menurun hanya dapat Rp78 miliar hingga merosot pada angka Rp68 Miliar di tahun 2024.
Bicara soal batu bara, produksi Jambi memang sedang dalam catatan merah. Dari kuota 36,5 juta ton tahun 2023 dan 19,5 juta ton tahun 2024, hanya terealisasi masing-masing 18 juta dan 11 juta ton. Masalah transportasi dan jalur logistik masih belum menemukan solusi. Jalan khusus hingga kini tak jua selesai. Mau dipaksa menempuh jalan umum, dampak buruk telah terjadi, diantaranya jalan rusak yang menggerus APBD/APBN untuk perbaikan, kemacetan, kecelakaan hingga konflik sosial.
Di sisi lain, berbagai masalah juga mendera tiga perusahaan yang sedang membangun jalan khusus di Jambi: diterpa isu lingkungan, masalah pembebasan lahan, perizinan dan masalah-masalah teknis lainnya.
Jika saja jalan khusus batubara beroperasi, perusahaan tambang sebenarnya telah membuat hitungannya sendiri. Dirut PT Sinar Anugerah Sejahtera (SAS) Ridony Gurning dalam seminar Jalan Khusus di Hotel Rumah Kito, Senin (22/9/2025) lalu mengatakan, apabila mereka telah punya jalur logistik sendiri, angka produksi 15 juta ton per tahun dari tambang group SAS saja, bukan hal mustahil untuk dicapai. Belum lagi angka produksi dari perusahaan lain, bukankah ada lebih dari 60 pemegang IUP yang rajin menambang di Jambi ini?
Batubara boleh saja dipandang BURUK bagi mereka yang sudah memiliki pekerjaan yang dapurnya masih mengepul dari sumber non batubara. Tapi batubara masih tetap menjadi BAIK bagi mereka yang masih menggantungkan hidup dari lini ini.
Menurut data yang dirilis BPS Provinsi Jambi tahun 2024, ada 69 ribu orang yang bekerja di sektor tambang, mining & quaryying. Mereka menggantungkan hidup sebagai buruh, sopir truk, pegawai perusahaan tambang, pegawai vendor tambang hingga usaha maupun UMKM yang terkait aktivitas ini. Berulang kali pemerintah mengatakan, batubara adalah salah satu penggerak utama ekonomi Jambi.
Kembali ke APBD, Provinsi Jambi memang sedang mencatat sejarah buruk. Merosotnya tak main-main, diprediksi mencapai 1 Triliun. Angka Rp 1 Triliun itu tidak sedikit, APBD Kota Sungai Penuh saja tak sampai segitu.
Lantas apa dampaknya? Pasti akan luas. Ke depan bisa saja kondisi ini dijadikan pemerintah untuk alasan telat bayar gaji honorer dan PPPK, mengurangi jumlah penerima program sosial bahkan beasiswa, tidak maksimal lagi menambah fasilitas sekolah & rumah sakit, kesulitan membangun infrastruktur strategis, susah bayar ini itu dan kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya.
Gubernur Jambi Al Haris sebenarnya telah mempertaruhkan nama baik untuk mengantisipasi kondisi ini. Beberapa tahun terakhir ia terlihat tegas mendorong investasi sektor pertambangan batubara. Meminta pihak swasta mempercepat penyelesaian jalan khusus hingga mengeluarkan Pergub. Tak lagi sekedar merealisasikan janji politik, Al Haris terlihat ingin produksi batubara Jambi benar-benar bisa mencapai kuota karena sadar itu akan ikut menopang pendapatan daerah.
Namun di sisi lain, kebijakan Al Haris itu justru dihadapi dengan beragam pandangan. Oleh netizen ia 'digoreng', disebut terima sogok dari perusahaan batubara, dibilang punya saham dan banjir hate comment di sosial media. Ya tapi begitulah resiko jadi pemimpin di era kebebasan digital.
Getolnya seorang Al Haris mencari 'jalan ninja' untuk menambah pendapatan daerah, sebenarnya itu sudah jadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai Gubernur bersama para pejabat yang membantunya. Tak hanya dari batubara, dari sektor lain pun pemerintah harus kejar sampai titik penghabisan.
Tapi dengan kondisi susah seperti sekarang ini, harus pula dipahami, mengapa pemerintah terlihat fokus pada 'Gajah di Pelupuk Mata', ada batubara 1,9 Miliar ton di perut Jambi sebagai potensi nyata yang layak dikejar, mereka tentu tak ingin larut menguras perasaan untuk 'Semut di Seberang Lautan yang Tak Tampak' (*)
* Penulis adalah media relations di salah satu perusahaan pertambangan batubara di Provinsi Jambi dan dosen praktisi Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Nurdin Hamzah.
Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi
E-Mail: bungoposonline@gmail.com