DIGREBEK : Pecandu narkoba

Penggrebekan Pecandu Narkoba Guncang Desa Karak, Tiga Pelaku Diamankan

MUARA BUNGO, BUNGOPOS.COM — Senja baru saja turun di Desa Karak, Kecamatan Bathin III Ulu. Kabut tipis dari aliran Sungai Batang Bungo mulai mengambang, menyelimuti pondok-pondok kayu yang berdiri sederhana di tepian desa. Pada hari-hari biasa, suara jangkrik dan riak air menjadi latar rutinitas warga. Namun, Senin (25/11/2025) itu, suasana berbeda—sebuah ketenangan yang tiba-tiba retak.

Di sebuah pondok kecil yang menjadi tempat persinggahan anak-anak muda setempat, Tim Opsnal Satresnarkoba Polres Bungo menghentikan waktu. Mereka datang bukan untuk merusak kedamaian desa, tetapi untuk menyelamatkannya dari bahaya yang selama ini berjalan diam-diam: narkotika.

Pengungkapan kasus bermula dari suara-suara warga yang gelisah. Mereka yang sehari-hari tak pernah mencampuri urusan orang, akhirnya merasa harus angkat bicara ketika melihat gelagat transaksi mencurigakan. “Kami takut desa kami rusak,” begitu kira-kira keresahan yang akhirnya sampai ke telinga Satresnarkoba.

Menindaklanjuti laporan itu, Kanit Opsnal IPDA Fadli R.S.H bersama tim bergerak cepat. Mereka menyusuri jalan desa yang sunyi, menembus pekatnya sore. Di pondok itu, mereka menemukan tiga sosok yang tak pernah dicurigai akan terjerat bahaya narkoba: I (40), seorang petani yang rambutnya telah dipenuhi helaian uban; serta dua mahasiswa muda, AFI (22) dan ARW (22), yang seharusnya masih sibuk dengan buku dan mimpi masa depan.

Penggerebekan itu berlangsung di hadapan warga yang ikut menyaksikan dengan raut antara kecewa dan prihatin. Dari penggeledahan, polisi menemukan 24 plastik klip sabu, seperangkat alat hisap, uang tunai Rp 640.000, serta dua ponsel yang diduga digunakan dalam transaksi. Total berat bruto sabu: 6,94 gram—jumlah yang bagi sebagian orang mungkin kecil, tetapi cukup untuk menghancurkan masa depan tiga orang sekaligus, bahkan merusak sebuah desa bila tak segera dicegah.

I, sang petani, mengaku memperoleh sabu dari seorang pria berinisial B di Desa Karak, membelinya 5 gram seharga Rp 3.700.000. Dalam pengakuannya, ada nada penyesalan yang nyaris tak terdengar—seperti seseorang yang sadar telah tersesat terlalu jauh.

Di antara kerumunan warga, seorang ibu paruh baya terlihat menangis pelan. Ia tidak mengenal ketiga pemuda itu secara dekat, tetapi ia tahu mereka adalah “anak-anak kampung”, orang-orang yang tumbuh di tanah yang sama. Desa Karak bukan desa besar, dan setiap langkah keliru terasa seperti cedera bersama.

Polisi membawa ketiga pelaku ke Mapolres Bungo untuk penyidikan lanjutan. Sementara itu, imbauan kembali disampaikan: narkoba bukan hanya persoalan hukum, tetapi persoalan masa depan. Masyarakat diminta tetap waspada dan berani melapor bila melihat aktivitas mencurigakan.

Di balik peristiwa ini, Desa Karak seakan tersadar bahwa ancaman bisa datang tanpa suara, merayap di antara kesibukan harian. Tapi di hari itu pula, desa menyaksikan bahwa keberanian warganya untuk melapor telah menyelamatkan lebih banyak dari yang terlihat—menyelamatkan anak muda lain dari kemungkinan terjerumus di jalan yang sama.

Ketika malam akhirnya turun sempurna, pondok itu kembali sunyi. Namun sunyi yang tersisa bukan lagi tentang kegelisahan, melainkan tentang harapan: bahwa Bungo, sekecil apa pun tantangannya, tetap memiliki orang-orang yang mau menjaga desanya dari kehancuran perlahan. (***)

Penulis: Salsabila
Editor: Arya Abisatya
Sumber: Humas Polres Bungo, Iptu Bambang