DALAM kehidupan sehari-hari, keberadaan hewan peliharaan sudah menjadi hal yang biasa, termasuk anjing yang bagi sebagian orang berfungsi sebagai penjaga rumah, teman setia, ataupun bagian dari kebutuhan tertentu. Namun, kebebasan yang diberikan kepada anjing peliharaan sering kali menimbulkan masalah baru, terutama jika hewan tersebut dilepas tanpa pengawasan.
Fenomena anjing peliharaan yang dibiarkan bebas berkeliaran di jalan sebenarnya bukan hal baru. Banyak anjing yang dibiarkan berjalan tanpa kendali, sehingga menimbulkan keresahan bagi pengguna jalan.
Lantas, bagaimana hukum melepas peliharaan anjing hingga mengganggu pengguna jalan, mengganggu ketertiban dan keselamatan publik? Mari kita bahas. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya melepas hewan peliharaan, termasuk anjing, hukumnya boleh saja selama tidak membahayakan atau merusak hak orang lain.
Karena itu, membiarkan hewan berlarian di halaman rumah, pekarangan pribadi, atau area yang aman tetap diperbolehkan. Yang penting, pemilik menjaga pengawasan, memastikan hewan tidak mengganggu, tidak mengotori, dan tidak menimbulkan bahaya bagi lingkungan sekitar.
Namun kebolehan ini berubah menjadi terlarang ketika pelepasan hewan tersebut menimbulkan mudarat nyata berupa gangguan ketertiban, ancaman keselamatan, dan pelanggaran terhadap hak orang lain untuk merasa aman di ruang publik.
Misalnya, anjing tersebut berlarian ke jalan umum, mengejar pengendara sepeda motor hingga menyebabkan ketakutan dan berpotensi kecelakaan, atau menggonggong secara agresif kepada pejalan kaki yang melintas, dan lainnya.
Berkaitan dengan hal ini, syariat sangat tegas melarang segala perbuatan dan tindakan yang dapat menimbulkan bahaya, baik bahaya yang ditimbulkan oleh diri sendiri maupun oleh sesuatu yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
Rasulullah saw bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Artinya, “Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak boleh membahayakan (diri sendiri) dan tidak boleh membahayakan (orang lain).” (HR Ahmad).
Menurut penjelasan Syekh Abdurrauf al-Munawi, kata “dharar” dan “dhirar” dalam hadits menggunakan bentuk nakirah (kata umum) dan berada dalam kalimat negatif. Dalam kaidah bahasa Arab, bentuk seperti ini menunjukkan makna yang luas dan mencakup semua jenis bahaya tanpa pengecualian, kecuali jika ada dalil lain yang secara khusus membolehkannya. Syekh Abdurrauf Al-Munawi menjelaskan:
وَفِيهِ تَحْرِيمُ سَائِرِ أَنْوَاعِ الضَّرَرِ إِلَّا بِدَلِيلٍ، لِأَنَّ النَّكِرَةَ فِي سِيَاقِ النَّفْيِ تَعُمُّ
Artinya, “Di dalamnya (hadits ini) terdapat pengharaman seluruh jenis bahaya, kecuali dengan dalil (yang membolehkan). Karena kata nakirah (kata umum) dalam konteks kalimat negatif (nafi) memiliki makna umum.” (Syekh Abdurrauf Munawi, Faidhul Qadir Syarh Jami’is Shagir, [Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 1415 H/1994 M], jilid VI, halaman 559).
Dengan memahami kaidah ini, hadits “la dharar wa la dhirar” dapat diterapkan pada kasus melepas anjing peliharaan. Setiap tindakan yang menimbulkan gangguan, baik membuat orang takut, berpotensi menyebabkan kecelakaan, mengotori lingkungan, atau mengurangi rasa aman, termasuk dalam bentuk dharar yang dilarang.
Larangan ini bersifat tegas. Artinya, pemilik tidak boleh mengabaikan atau meremehkan gangguan apa pun yang ditimbulkan oleh hewan peliharaannya selama hal tersebut merugikan atau mengancam orang lain. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang yang memelihara anjing untuk memahami batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syariat. Karena memelihara anjing bukanlah hak mutlak yang dapat dilakukan tanpa memperhatikan kepentingan dan keselamatan orang lain.
Ia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa hewan peliharaannya tidak menimbulkan gangguan atau bahaya bagi lingkungan sekitar. Tanggung jawab ini mencakup berbagai aspek, mulai dari menjaga kebersihan anjing, hingga mengendalikan perilaku anjing agar tidak agresif atau mengganggu orang lain. Lebih dari itu, pemilik anjing juga harus memastikan bahwa anjingnya tidak berkeliaran di tempat-tempat umum tanpa pengawasan yang memadai.
Tidak hanya larangan semata, karena andaikan seekor anjing peliharaan yang dibiarkan bebas di luar kendali kemudian menimbulkan kerusakan, baik melukai seseorang, menyerang hewan lain, atau merusak barang, maka pemiliknya wajib menanggung ganti rugi atas seluruh dampak yang ditimbulkan dari hewan tersebut.
Penjelasan ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Abu Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, atau yang masyhur dengan sebutan Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H), salah satu ulama tersohor dalam mazhab Hanbali, dalam kitab al-Mughni ia mengatakan:
وَمَنِ اقْتَنَى كَلْبًا عَقُورًا فَأَطْلَقَهُ، فَعَقَرَ إِنْسَانًا أَوْ دَابَّةً لَيْلًا أَوْ نَهَارًا، أَوْ خَرَقَ ثَوْبَ إِنْسَانٍ، فَعَلَى صَاحِبِهِ ضَمَانُ مَا أَتْلَفَهُ لِأَنَّهُ مُفْرِطٌ بِاقْتِنَائِهِ. إِلَّا أَنْ يَدْخُلَ إِنْسَانٌ دَارَهُ بِغَيْرِ إِذْنِهِ، فَلَا ضَمَانَ فِيهِ لِأَنَّهُ مُعْتَدٍ بِالدُّخُولِ، مُتَسَبِّبٌ بِعُدْوَانِهِ إِلَى عَقْرِ الْكَلْبِ لَهُ
Artinya, “Siapa saja memelihara seekor anjing ganas lalu melepaskannya hingga anjing itu melukai seseorang atau hewan, baik pada malam maupun siang hari, atau merobek pakaian seseorang, maka pemiliknya wajib menanggung ganti rugi atas segala kerusakan yang ditimbulkannya, karena ia telah lalai dalam memeliharanya. Kecuali jika seseorang memasuki rumah pemilik tanpa izinnya, maka tidak ada kewajiban ganti rugi karena orang tersebut telah melampaui batas dengan masuk tanpa izin dan tindakannya itu menjadi sebab terjadinya serangan anjing tersebut.” (Ibnu Qudamah, al-Mughni , [Beirut: Darul Fikr, 11405 H], jilid X, halaman 352).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa melepas anjing peliharaan hingga mengganggu pengguna jalan, merusak ketertiban, atau membahayakan keselamatan adalah perbuatan yang hukumnya haram. Ketetapan ini berlandaskan prinsip “la dharara wa la dhirar”, yaitu larangan melakukan segala hal yang dapat menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain.
Karena itu, pemilik anjing memikul tanggung jawab besar dalam menjaga hewan peliharaannya agar tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitar. Tanggung jawab ini mencakup banyak hal: menjaga kebersihan anjing, mengawasi gerak-geriknya, mengendalikan perilakunya, hingga memastikan anjing tidak dilepas begitu saja di area umum tanpa pengawasan.
Dalam syariat, bahkan ada ketentuan ganti rugi bila anjing yang dibiarkan bebas menyebabkan kerusakan atau merugikan orang lain. Artinya, setiap pemilik harus benar-benar memastikan hewan peliharaannya aman dan tidak membahayakan siapa pun. Wallahu a‘lam bish-shawab. (***)