YOGYAKARTA, bungopos.com - Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Prof. Dr. Faturochman, M.A., menyoroti dimensi psikologis dari keterlibatan generasi muda dalam aksi unjuk rasa. Ia menilai partisipasi mahasiswa dan Gen Z muncul karena rasa kecewa yang menumpuk, bukan sekadar mengikuti tren atau rasa takut tertinggal.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kaum muda tidak apatis, melainkan memiliki sensitivitas tinggi terhadap isu keadilan sosial. Kondisi tersebut memperlihatkan adanya kebutuhan besar untuk kanal partisipasi yang sehat agar energi kolektif mereka tidak tereduksi menjadi kemarahan semata. Tekanan sosial yang dialami generasi ini, baik karena faktor ekonomi maupun hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah, membuat aksi di jalan menjadi saluran yang dianggap wajar.
“Ketika orang kecewa dan tidak ada tanda-tanda perubahan, maka kesesakan itu akan melahirkan perlawanan, dan ini adalah reaksi yang wajar dalam kehidupan sosial kita,” tuturnya.
Faturochman menambahkan bahwa relasi antara pemimpin dan rakyat harus dibangun di atas penghormatan, bukan sekadar empati sesaat. Ia mengingatkan bahwa masyarakat bukan objek pasif, melainkan aset bangsa yang perlu dihargai agar kepercayaan tetap terjaga. Ia menegaskan bahwa ketika potensi masyarakat diabaikan, maka kepercayaan publik akan runtuh, dan kondisi ini berbahaya bagi stabilitas jangka panjang.
“Yang lebih mendasar dari empati adalah rasa hormat. Rakyat ini punya potensi besar, dan ketika tidak dihormati, maka kepercayaan akan hilang,” katanya.(***)