• Australia
  • Tuesday , Jan 21 , 2025
  • Last Update 11.30 am
  • 29℃ Sydney, Australia
Navarin Karim

Gajah Berkelahi, Semut Mati Terinjak

(Kasus Kontemporer : Konflik Bola dan Politik di Indonesia)

Navarin Karim

Langkah  Erick Thohir memberhentikan Shin Tae Yong , akibat konflik pemain Diaspora PSSI dan mendatangkan pelatih baru Patrick Kluivert mendulang beragam reaksi. Namun kritik yang bermunculan justeru memperjelas kerumitan masalah yang terjadi. Ibarat gajah bertengkar, semut mati terinjak. Begitulah kira-kira pandangan umum yang menggambarkan konflik seputar PSSI dan pemerintah, Korban terbesar dalam kasus ini adalah para pemain dan pecinta sepak bola. Fenomena  terancamnya pemain-pemain lokal dilibatkan dalam pertandingan piala Dunia, karena Patrick Kluivert mulai merencanakan akan mendatangkan pemain naturalisasi yang menjanjikan kemenangan. Pecinta sepakbola Indonesia merasa skeptis bisa masuk dalam perhelatan piala dunia tahun 2026, karena terlanjur yakin kemenangan akan mengantarkan Indonesia  pertama kali dalam fase piala dunia 2026 jika tetap dilatih Shin Tae Yong. Erick Thohir tidak bisa disalahkan begitu saja, ini hanya soal penentuan skala Prioritas, prioritas bisa pentas piala dunia 2026 sepertinya lebih diutamakan ketimbang pengkaderan yang berkelanjutan. Persoalan penentuan prioritas memang selalu jadi perdebatan  yang tidak pernah ada habis-habisnya. Jika prioritas sudah ditetapkan kewajiban semua pihak yang terkait untuk mendukung hingga keberhasil digapai. Mencari kesalahan lebih gampang, ketimbang penyelesaian masalah secara konkrit.

Injak Semut Api Merah

Jika diatas memaparkan bagaimana Gajah-gajah mempermainkan bola, sehingga menginjak semut-semut lapangan, berikut tidak kalah serunya perseteruan gajah-gajah politik bertarung dan kita semua sedang menunggu akhirnya  (ending) atau mungkin tidak pernah berakhir.

Kasus sekretaris PDIP Hasto Kristiyanto yang didakwa dua persoalan yaitu kasus korupsi dan perintangan terkait Harun Masiku melarikan diri ke luar negeri karena terindikasi melakukan suap. Suap yang diberikan untuk ukuran Indonesia memang tergolong tidak sebanding dengan dugaan kasus pemerasan Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasir Limpo atau kasus yang korupsi yang sudah inkrah yaitu kasus korupsi 300 trilyun. Kasus terakhir ini jaksa Agung ditantang Presiden Republik Indonesia (RI) berani tidal naik banding karena hukumannya terlalu ringan Cuma 6 tahun.   Demikian juga kasus korupsi yang diduga masih banyak dilakukan oknum-oknum koruptor yang belum diungkapkan, sehingga wajar saja mantan Presiden RI yang kelima mengatakan :”Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kurang kerjaan”. Beliau beranggapan masih banyak kasus yang lebih besar lagi, seolah dibiarkan.

Kasus ini menimbulkan dugaan mempunyai “muatan politik”. Mengapa dugaan kasus Korupsi dan perintangan hukum ini baru diperiksa sekarang dan sangat tendensius setelah mantan Presiden RI yang ke 7 tidak dianggap lagi sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ada juga yang mengatakan Hasto kenapa empat  tahun yang lalu tidak diperiksa? Ada anggapan karena masih dilindungi (protect) Presiden RI ketika itu. Sekarang malah terjadi contra flow, seolah Hasto Kristiyanto yang mendukung agar pencopotan Presiden RI ke 7 tersebut dikeluarkan dari partai besar PDI Perjuangan. Manuver PDI Perjuangan dianggap sikap yang agresif  dan  berani. Padahal Presiden RI ketujuh ini  pernah kemukakan bahwa ia sudah mengantongi semua rahasia partai ada ditangannya. Ada anggapan karena hal tersebut beberapa pimpinan partai yang berkoalisi mendukung Prabowo/Gibran.  Konsekuensi sikap PDI perjuangan tersebut mendapat perlawanan dengan mempersoalkan kembali kasus Hasto Kristiyanto. Sudah beberapa kali yang bersangkutan  mangkir dari panggilan KPK, terakhir ia menepati janjinya mendatangi KPK. KPK juga tidak langsung menahan beliau dengan alasan ada beberapa saksi yang belum datang untuk diminta keterangan. Sementara itu Hasto Kristiyanto yang didampingi pengacara kondang Indonesia sudah pula menyusun strategi  “mengajukan pra peradilan” ke Pengadilan Negeri Jakarta. Hasto Kristiyanto bukan semut –semut biasa diinjak langsung mati, tapi ia termasuk jenis “semut api merah” yang menggigit jika terinjak. Ini bukan semut api merah lazimnya, tetapi semut api warna merah milik PDI Pejuangan. Sifat komunitas semut api merah, jika salah satu komunitasnya diinjak, maka semut api merah lainnya akan menggigit si penyerang. Buktinya ketika mendatangi KPK,  ia membawa satu bus pendukung yang  mendampinginya. Suatu yang surprise kembali ditunjukkan Hasto Kristiyanto menghadapi Pra Peradilan, ia mempersiapkan diri dengan didampingi 100 pengacara. Amazing. Kita hanya sebagai penonton menunggu manuver dan menanti akhir  drama ini.

Penulis: Navarin Karim
Editor: arya abisatya