JAKARTA, bungopos.com - Pengelolaan keuangan tak selalu berkisar pada besar-kecilnya pendapatan, namun yang penting sekali memiliki kepandaian dalam mengelolanya. Pengelolaan keuangan yang bijak bukan hanya tentang angka-angka besar, tetapi tentang kebiasaan kecil yang dapat menghindarkan keluarga dari ketegangan dan keterpurukan.
Kesadaran ini, meski sederhana, bisa menjadi penentu kesejahteraan keluarga di masa depan. Sementara Islam, lewat Al-Qur’an memiliki panduan bijak dalam mengelola keuangan, termasuk keuangan keluarga. Dalam Surah Al-Furqan ayat 67, Allah memberikan petunjuk yang sangat relevan dalam hal pengelolaan keuangan keluarga. Allah berfirman;
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
Artinya; "Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya."
Tafsir Al-Misbah
Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah Jilid IX (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2002: 533), mengatakan surat Al-Furqan ayat 67 menjelaskan tentang ciri-ciri hamba-hamba Allah yang bertakwa.
Salah satu ciri tersebut adalah cara mereka berinfak atau membelanjakan harta, baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun orang lain. Pun, ayat ini menganjurkan bahwa mereka yang beriman tidak bersikap berlebihan atau boros dalam pengeluaran.
Di sisi lain, ayat ini juga mengajarkan untuk tidak bersikap kikir atau pelit. Sebaliknya, orang-orang beriman bersikap moderat dalam membelanjakan harta, memilih jalan tengah yang seimbang antara boros dan kikir. Nah, hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan keuangan yang bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Kata (يُسْرِفُوْا) yusrifu, dalam ayat tersebut, berasal dari kata (سرف) sarfa, yang berarti melampaui batas kewajaran. Maksudnya adalah melebihi batas yang seharusnya, baik dalam memberikan nafkah maupun dalam membelanjakan harta. Ayat ini mengajarkan keseimbangan dalam pengeluaran, baik bagi orang yang menafkahi maupun yang menerima nafkah, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masing-masing. (hlm. 533)
Sejatinya, meskipun seseorang memiliki kekayaan berlimpah, namun tetap tercela jika memberikan sesuatu kepada anak kecil dalam jumlah yang melebihi kebutuhannya. Sebaliknya, tindakan yang sama juga dipandang tidak bijak jika memberikan bantuan kepada orang dewasa yang membutuhkan dan mampu bekerja, dalam jumlah yang sama dengan pemberian kepada anak kecil tersebut.
Sementara itu, kata [ قَوَامًا] qawaman, yang berarti adil, moderat, dan pertengahan. Dengan anjuran ini, Allah SWT dan Rasulullah SAW mengarahkan manusia untuk menjaga harta mereka dengan bijak, tidak memboroskan hingga habis, tetapi juga tidak menahan sepenuhnya hingga mengabaikan kebutuhan pribadi, keluarga, atau orang-orang yang membutuhkan.
Prinsip menjaga harta agar selalu tersedia dan berkelanjutan merupakan perintah agama. Moderasi dan sikap pertengahan ini berlaku dalam kondisi normal dan umum. (hlm. 534). (***)