Navarin Karim

CATATAN DEBAT PILKADA : Peningkatan Nilai Tambah orientasi Multipier Effect

 

Oleh : Navarin Karim

Minggu terakhir bulan Oktober hingga pertengahan bulan November 2024 merupakan jadwal debat kandidat Pikada serentak  di provinsi Jambi, yaitu debat kandidat Gubernur/wakil gubernur, walikota/wakil walikota dan Bupati/wakil Bupati ditayangkan di Jambi TV. Sebenarnya debat kandidat ini tidak begitu berpengaruh signinificant bagi  pemilih level ekonomi subsistence dan pendidikan rendah. Level menengah keatas saja penulis belum berani mengatakan significant. Pemilih rational masih dikalahkan dengan pemilih tradisional (baca : pemilih psikologis dan sosiologis). Pemilih psikologis masih rentan dengan money politic, sementara pemilih sosiologis ikatan primordialnya masih sangat kuat. Suku Jawa masih sangat patuh dengan dokrin sabdo pandito ratu. Harga mati bagi perilaku psikologis dan pemilih sosiologis untuk berpindah ke lain hati. Lantas apa gunanya debat kandidat pada massa mengambang (floating mass)?  Jawaban yang paling tepat yaitu sebatas dialog dan memenuhi prosedural demokrasi saja.

Apa bukti ?   Ketika salah satu peserta  debat kandidat ditayangkan di televisi lokal Jambi, ada pertanyaan : apa program yang dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi (Economic Value Added/EVA). Dijawab oknum kandidat dengan peningkatan infrastruktur jalan.  Audience tetap bertepuk tangan.  Sepintas jawabannya tidak bisa disalahkan, namun belumlah katagori sangat benar, tetapi katagori benar masih bisa diterimalah. Kalau dijawab hilirisasi, atau pembangunan proyek-proyek yang menimbulkan efek ganda (multpier efect) akan  menjadi sangat benar. Applaus yang diberikan audience akan lebih obyektif dan tim panelis yang membuat pertanyaan akan merasa puas dengan jawaban yang diberikan.

Penulis ketika belajar di Sekolah Menengah Pertama saja pernah baca bahwa infrastruktur jalan adalah urat nadi perekonomian akan mempermudah aksesibilitas lokasi-lokasi yang terisolir, dan akan mempermudah proses pemasaran produksi, tetapi belum tentu menambah lapangan pekerjaan dan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bagi masyarakat yang sudah produktif, tentu akan lebih meningkat profitnya, tetapi belum tentu penambahan pemasukan daerah secara makro, paling untuk peningkatan pajak yang dikenakan kepada produsen. Beda halnya jika investasi  hilirisasi, ia akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan, dan memperoleh sumber-sumber pemasukan daerah. Baik level kota, maupun provinsi sekarang sedang mengalami defisit anggaran. Artinya Daerah harus berupaya keras mencari sumber-sumber pemasukan baru yang berorientasi efek ganda, disamping mengurangi pengangguran, juga meningkatkan PAD  dan devisa daerah. Kondisi anggaran yang defisit ini jelas pembangunan akan mengalami stagnan, tentu prioritas lebih conderung untuk memenuhi kebutuhan rutin. Oknum wakil DPRD provinsi pada suatu sesi diskusi tentang mencari sumber baru pemasukan daerah, secara tidak langsung ungkapkan primadonanya  masih eksplore tambang batu bara, dan akan ditingkatkan. Eksplore tambang batu bara tidak kompelementer   dengan pengolahannya menjadi sumber energi. Hal ini tentu tidak akan  meningkatkan efek ganda.  Usaha yang  semakin besar tentu mempengaruhi efek ganda. Dianalogikan orang miskin dalam menggapai cita-cita akademisnya. Motivasinya yang sangat besar menjadi stimulan,  ia akan lebih bersugguh-sunguh menggapai harapan.

Berkaitan peningkatan infrastruktur dan sarana dari kandidat-kandidat pilkada selalu menjadi prioritas utama. Belum ada kandidat yang secara tegas berani memprogramkan hilirisasi. Issue hilirisasi ini sebenarnya  sudah pernah diajukan panelis lima tahun yang lalu, namun faktanya hingga sekarang seolah kurang mendapat perhatian. Debat Kabupaten Tanjab Timur dan Muara Jambi sama saja.  Kabupaten Tanjab Timur prioritaskan penambahan bantuan sarana dan  prasarana bagi nelayan. Lantas hilirisasi berupa pabrik  pengalengan ikan tidak ada yang memunculkan, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah dan efek  ganda. Nelayan tetap mencari ikan, lantas pengangguran bisa berkurang karena dipekerjakan di pabrik. Selanjutnya hasil pabrik dapat di ekspor ke daerah lain dan ke luar negeri.  Demikian juga dengan buah duku yang banyak terdapat di Kumpe, tidak ada yang berinovasi untuk membuat pengalengan seperti pengalengan buah leci dari Tiongkok. Buah duku  yang berbiji dan tidak berbiji diisortir. Buah yang tidak berbiji ditindaklanjuti untuk dibuat pengalengan. Atau dirancang terlebih dahulu buah duku yang tidak berbiji, sehingga ketika proses pengalengan tidak perlu disortir duku berbiji dan tidak. Serahkan kepada prodi Tehnologi Pertanian Pertanian Universitas Jambi untuk berinovasi. Demikian juga dengan nenas di desa Tangkit kecamatan Sungai Gelam, seandainya diolah menjadi pengalengan nenas diberi nama “peanaple juice” tentu bisa diekspor. Apalagi udara panas ekstrim seperti sekarang ini, peanaple juice diberi es atau dimasukkan di kulkas tentu segar bagi yang meneguknya.  Sumber-sumber baru pemasukan seperti yang kita harapkan, sehingga tidak terjadi lagi defisit anggaran, dust pembangunan berkelanjutan (suistenable) tidak mengalami stagnan.  

Jambi dikenal sebagai kota karet, sayangnya pabrik ban tidak ada, kita hanya ekspor karet busuk yang nilai utility nya masih sangat rendah, kemudian kita impor dengan harga yang jauh lebih mahal. Pabrik parfum juga tidak ada, padahal potensi bunga mawar dan melati banyak kita temukan di Jambi, paling kita ekspor kembangnya, kemudian kita impor parfum dari Perancis. Masih banyak lagi potensi bahan baku di Jambi yang belum digali dan diolah.

Penulis: Navarin Karim
Editor: arya abisatya