PARIPURNA : Kegiatan paripurna DPR RI

Pantun sebagai Warisan Budaya, Menghangatkan Sidang Tahunan MPR 2024

JAKARTA, bungopos.com - Pantun, sebagai warisan budaya Indonesia yang kaya, kembali menghiasi Sidang Tahunan MPR 2024, menciptakan suasana yang penuh kehangatan dan kebersamaan. Dalam pidatonya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyelipkan pantun-pantun bernas yang mengundang senyum, sekaligus mengingatkan kita akan pentingnya menjaga dan melestarikan tradisi lisan Nusantara.

Sidang tahunan bersama MPR RI, DPR RI, dan DPD RI digelar di Komplek Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2024) pagi. Sebanyak 528 dari 711 anggota MPR, DPR, dan DPD RI menghadiri sidang yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani tersebut. Hadir juga, Presiden Joko Widodo yang mengenakan busana adat suku Betawi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dengan pakaian adat Palembang. Demikian pula dengan para mantan wakil presiden seperti Wapres RI ke-6 Try Sutrisno, Wapres RI ke-10 dan 13 Jusuf Kalla, serta Wapres RI ke-11 Boediono.

Kegiatan sidang tahunan ini dibuka dengan pidato dari Ketua MPR Bambang Soesatyo yang berpidato selama hampir 40 menit dan menjelang akhir sambutannya, pria yang juga gemar menulis buku ini menyampaikan sejumlah pantun bernada riang, di antaranya bermuatan politis. Pantun adalah salah satu budaya tradisi lisan yang mengakar kuat dan berkembang sejak berabad silam di Nusantara utamanya Pulau Sumatra. Tradisi lisan ini kemudian berkembang menjadi produk sastra lama Nusantara.

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, pantun merupakan bentuk puisi Indonesia melayu yang tiap bait berbentuk kuplet terdiri dari empat baris atau larik, bersajak akhiran a-b-a-b. Pada tiap larik biasanya terdiri atas empat kata, baris pertama dan kedua biasanya untuk suatu tumpuan atau sampiran saja. Sedangkan pada baris ketiga dan keempat berupa isi, umumnya peribahasa atau semacam "sindiran" yang sekarang ini dapat berkembang menjadi pujian. Pantun ada pula yang berpola akhiran a-a-a-a atau a-a-b-b.

Silakan disimak pantun-pantun bermuatan politik yang"didendangkan" oleh Ketua MPR berikut ini dan sempat membuat sebagian hadirin tergelak gembira.

Kupu-kupu terbang bersama kumbang

Hinggap di dahan pohon beringin yang rindang

Para calon menteri tak perlu bimbang

baik-baiklah mulai sekarang dan akan datang

 

Burung merpati terbang di atas sawah

Purnama datang dari negeri seberang

Koalisi calon kepala daerah masih bisa berubah

Kotak kosong jangan sampai membuat kita terbelah

 

Bambang Soesatyo tak lupa menyampaikan penghargaan kepada Presiden Jokowi dan pemimpin-pemimpin bangsa sebelumnya atas dedikasi mereka selama ini. Silakan ditengok bunyi pantunnya.

 

Bunga melati mekar berseri

Warna putih harum mewangi

Penghargaan untuk para pemimpin negeri

Merah putih tetap tegak berdiri

 

Soekarno proklamator yang cerdas berani

Soeharto pembangunan dimulai

Habibie teknologi dibangun tinggi

Gusdur pluralisme lestari

 

Megawati konstitusi tegak berdiri

SBY demokrasi yang murni

Jokowi infrastruktur terintegrasi

Prabowo legacy kebangsaan terpatri

 

Ketua MPR secara khusus juga menyampaikan pantun bagi Jokowi dan Prabowo Subianto yang melanjutkan estafet kepemimpinan lima tahun ke depan.

Dari Solo ke Istana lewat Tol Cipali

Jangan lupa membawa serabi

Terima kasih untuk Pak Jokowi

Langkahmu akan dilanjutkan Pak Prabowo dalam membangun negeri

 

Terbang tinggi burung merpati

Hinggap lama di pohon mahoni

Kami titip NKRI

Agar rakyat hidup nyaman dalam harmoni

 

Pada akhir pidato sambutannya, penggemar mobil klasik itu juga mengutip penggalan firman Tuhan dalam Alquran dan Alkitab. "Bahwa sesungguhnya di dalam stiap kesempitan terdapat kelapangan dan di dalam setiap kekurangan ada jalan keluar," ucapnya mengutip Alquran Surat Al Insyirah Ayat 5--6. Dirinya juga membacakan Alkitab Roma 12:15 yang berbunyi, "Bergembiralah dengan orang yang bergembira dan menangislah dengan orang yang menangis."

Pada sambutan berikutnya yang disampaikan Ketua DPR Puan Maharani, putri mantan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri itu tak mau kalah dalam menyampaikan pantun-pantunnya. Seperti juga pantun sebelumnya, "dendang" pantun Puan tak luput dari gelak tawa hadirin.

 

Para calon berusaha menyenangkan para pemilih

agar merebut suaranya

Mereka tampil simpatik dengan foto diri terbaik

Dipajang sampai ke pelosok-pelosok

Rumah makan, pohon-pohon jadi korban

Tiang listrik penuh dengan tempelan

 

Semua cara dilakukan untuk mendapatkan suara rakyat

Bagi yang berhasil di dalam pemilu

Semua hal menjadi indah untuk dikenang

Bagi yang belum berhasil merasa serba sulit

Sulit makan, sulit tidur dan bahkan ada yang sulit untuk bangkit kembali

 

Menjelang akhir pidatonya, Puan turut membakar semangat perempuan Indonesia di tanah air melalui pesan kesetaraannya. Dia menyatakan bahwa kesetaraan adalah tetap mengakui kodrat yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. "Perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki untuk berkarya dan maju dan hak yang sama dalam pekerjaan dan jabatan publik. Ayo perempuan Indonesia tunjukkan bahwa kita adalah perempuan-perempuan hebat," tegas Puan.

Pernyataan itu kontan disambut tepuk riuh srikandi-srikandi wakil rakyat yang menghadiri sidang tahunan. Tanpa dikomando, mereka kompak berdiri sambil bertepuk tangan (standing applause) selama hampir satu menit atas ucapan Puan tersebut. Peristiwa ini turut disambut tepuk tangan dari hadirin yang hadir di Gedung Nusantara karya desain arsitek legendaris Indonesia, Soejoedi Wirjoatmodjo dan telah berdiri sejak 8 Maret 1965 tersebut.

Puan juga menyampaikan keberagaman budaya di Nusantara yang sulit dijumpai di tempat lain di dunia. Ia mencontohkan bagaimana setiap suku di Indonesia memiliki cara berbeda dalam menyampaikan salam. Misalnya ucapan horas bagi suku Batak atau tabik pun bagi suku Lampung Komering. Suku Jawa juga memiliki salam khas yakni rahayu dan suku Sunda dengan sampurasun (sampurna ning ingsun). Ucapan salam dalam suku Dayak yaitu adil ka'talino bacuramin ka'saruga, basengat ka'jubata dan salamaki tapada salama dalam bahasa suku Bugis Makassar. Lain lagi bagi suku Minahasa yang menyampaikan salam mereka yaitu tabea atau ba’a kaba? dalam lidah suku Minangkabau. Orang Bali akan mengucapkan om swastiastu! atau nara gerotelo bagi orang Papua. (***)

Editor: Arya Abisatya
Sumber: https://www.indonesia.go.id/