MADINAH, bungopos.com --- Ada 17.873 mahasiswa dari 170 negara mengenyam pendidikan di Kampus Universitas Islam Madinah (UIM). Dari jumlah itu, 1.600 di antaranya merupakan mahasiswa Indonesia, angka dominan.
Sebagian dari mereka, saat ini menjadi tenaga pendukung Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi untuk membantu berkomunikasi dengan berbagai pihak dari Arab Saudi.
"Mohon maaf hanya laki-laki yang boleh masuk ke dalam area kampus," kata Ahmad Bukhori saat melihat sejumlah Tim Media Center haji (MCH) Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi terdiri atas laki-laki dan perempuan yang datang mengunjungi Kampus UIM, Selasa (27/5/2024).
Ahmad Bukhori tercatat sebagai mahasiswa semester 6 pada Fakultas Syariah UIM. Mahasiswa asal Jakarta itu kini menjadi Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Madinah.
Kampus UIM memang dikhususkan bagi laki-laki; tidak ada mahasiswi di sana. Kampus ini berjarak sekitar 5 km dari Masjid Nabawi. "Kalau mahasiswa perempuan ada di kampus sebelah, Universitas Taibah," kata Zulmar Adiguna, rekan Ahmad Bukhori, juga mahasiswa UIM.
UIM sementara hanya menerima mahasiswa asing untuk jenjang S1. Untuk jenjang S2 dan S3 khusus untuk lulusan S1 di UIM. Setiap tahun, kata Bukhori, ribuan calon mahasiswa dari Indonesia melamar kuliah di UIM. Yang diterima selama ini paling banyak 180 mahasiswa.
Mereka tersebar di sembilan fakultas, yakni Syariah, Al-Qur’an, Hadis dan Studi Islam, Dakwah dan Ushuluddin, Bahasa Arab, Hukum, Komputer dan Sistem Informasi, Teknik, dan Sains. Paling banyak yang dipilih adalah Syariah, Hadis dan Studi Islam, serta Dakwan dan Ushuluddin.
Semua mahasiswa di UIM mendapat beasiswa penuh. Mulai dari biaya pendidikan, asrama, makan, uang saku, buku, hingga tiket pulang ke Indonesia PP setiap tahun. "Dulu kalau kita nggak pulang, uang tiketnya diberikan mentah (tunai). Sekarang kalau tidak dipakai, ya hangus," kata Bukhori.
Mahasiswa biasanya pulang ke Indonesia pada liburan panjang. Mereka libur panjang pada musim haji. Awal Zulhijjah hingga akhir Muharam.
Bila dinominalkan, selama empat tahun studi, nilai beasiswa di UIM mencapai Rp 1 miliar. Makanya, Ustaz Dr Ariful Bahri MA, alumnus UIM asal Kampar, Riau, yang menjadi pengisi kajian di Masjid Nabawi, mengatakan bahwa beasiswa di UIM itu 1000 persen. Untuk menggambarkan bahwa semua hal kebutuhan mahasiswa di UIM ditanggung oleh Kerajaan Arab Saudi.
"Ini bagian dari misi Arab Saudi untuk menyebarkan Islam dan memberikan pendidikan Islam ke seluruh dunia. Makanya kampus ini memang lebih banyak mahasiswa internasional daripada mahasiswa asli dari Arab Saudi," kata Zulmar.
Zulmar adalah mahasiswa asal Palembang. Ia pernah kuliah di UIN Wali Songo Semarang. Pada semester 5, ia mendaftar ke UIM. Diterima. Saat itu pandemi. Kuliah bahasa dilakukan secara online. Pun kuliahnya di UIN Wali Songo.
"Setelah lulus di UIN Semarang saya berangkat ke Madinah. S1 lagi. Teman-teman UIN saya sudah banyak yang lulus S2 sekarang. Bahkan ada yang sedang kuliah S3," katanya.
Mendaftar di UIM tidak wajib bisa bahasa Arab. Mereka akan mengikuti kuliah bahasa Arab dulu di dua semester awal. Bahkan ada yang sampai 4 semester. Setelah itu baru mengikuti kuliah sesuai jurusan yang dipilih.
Soal pakaian, kata Bukhori, juga bebas. Tidak harus memakai jubah atau thobe. Hanya mahasiswa Arab Saudi yang wajib memakai thobe atau thawb. Lengkap dengan sorban dan headband atau di Arab disebut keffiyeh.
"Banyak yang pakai celana panjang dan kemeja. Saya memakai thobe karena di sini panas. Ternyata lebih nyaman pakai thobe," jelas mahasiswa asal Jakarta itu.
Setiap mahasiswa tinggal di asrama. Untuk gedung asrama yang baru, satu kamar diisi dua mahasiswa. Sedangkan di gedung lama, diisi empat mahasiswa. Pihak kampus yang menentukan seorang mahasiswa tinggal di kamar yang mana.
Rata-rata setiap asrama terdiri dari enam lantai. Dilengkapi dengan lift. Di kamar itu sudah ada sekat setinggi 2 meter untuk memisahkan ruangan mahasiswa tersebut. Dilengkapi dengan AC, tempat tidur, lemari, meja dan kursi belajar, dan rak buku.
Di setiap sudut bangunan ada kamar mandi yang jumlahnya banyak, ruang cuci pakaian yang dilengkapi mesin cuci, dan dapur. "Maaf kalau sekarang agak berantakan. Barusan pergantian vendor pengelola asrama," kata Bukhori.
Setiap bulan, mahasiswa mendapat mukafa'ah alias uang saku SAR 850. Atau sekitar Rp 3,6 juta. Untuk makan, mahasiswa bisa beli di beberapa kantin yang ada di dalam kampus. Harganya murah karena disubsidi pihak kampus. "Kami di sini 5 riyal (Rp 21.500) bisa untuk tiga kali makan," kata Zulmar.
Menurut Bukhori, salah satu kantin yang paling banyak dikunjungi mahasiswa Indonesia adalah kantin Kunuz. Itu adalah kantin masakan Tiongkok. Chinese food dirasa paling cocok dengan lidah orang Indonesia.
Bagaimana untuk yang sudah berkeluarga? Menurut Bukhori, untuk mahasiswa pascasarjana ada asrama khusus yang diperbolehkan membawa keluarga. Tapi untuk mahasiswa S1 yang punya keluarga, biasanya menyewa apartemen di luar kampus. "Kami libur Jumat dan Sabtu," kata Bukhori.
Pihak kampus juga menyediakan shuttle bus ke Masjid Nabawi. Biasanya para mahasiswa setelah salat duhur ke Masjid Nabawi. Salat Asar, Magrib, dan Isya di sana. Sekalian ke perpustakaan atau ikut kajian di Nabawi. Pulang ke asrama setelah Isya.
Di dalam kampus, rata-rata mahasiswa punya skuter listrik atau otoped. Area kampus begitu luas mencapai 50 hektare. Lebih luas daripada area Masjid Nabawi yang 34 hektare. UIM sudah berdiri selama 63 tahun.
Saat ditanya mengenai cara mengisi waktu libur ataupun waktu senggang untuk ‘healing’ atau melepaskan penat, “Healing kami itu umrah ke Makkah” tutur Zulmar. Para mahasiswa Indonesia bisa umrah setiap saat. Biasanya mereka naik bus ke Makkah dengan ongkos SAR 50 atau Rp 215 ribu. “Kalau naik haji, jatah kami 5 tahun sekali," tambahnya. (***)