JAKARTA, bungopos.com - Kepala desa diperiksa aparat penegak hukum, baik itu Kejaksaan atau KPK, bukan berita baru. Mereka umumnya terjerat urusan Dana Desa. Dalam catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sepanjang 2012--2021, ada 686 kades yang tersangkut masalah hukum.
Angka kasus ini berpotensi akan terus bertambah, seiring dengan anggaran Dana Desa yang tiap tahun semakin meningkat. Pada 2024, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Dana Desa senilai Rp71 triliun atau lebih besar 1,42 persen dibandingkan 2023.
Salah satu fokus anggaran desa tahun ini, yakni buat pemberdayaan masyarakat serta mendukung program pembangunan berkelanjutan. Dana Desa diharapkan dapat membantu penanganan kemiskinan ekstrem, dukungan ketahanan pangan, penurunan stunting, serta sektor prioritas lain.
Agar pemanfaatan Dana Desa menggapai tujuan dengan benar, juga mencegah para kades terjerat hukum, butuh langkah mitigasi. Adapun untuk efektivitasnya terjaga pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah. PP tersebut memberi mandat penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk mendanai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Petunjuk Operasional
Melengkapi PP nomor 37/2023, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) membuat petunjuk operasional berupa Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa) nomor 7 tahun 2023 tentang Rincian Prioritas Pengelolaan Dana Desa 2024 yang ditandatangani Menteri Desa Abdul Halim Iskandar, pada 27 Oktober 2023.
Rincian prioritas penggunaan Dana Desa dilakukan berdasarkan peraturan mengenai kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul. Beleid itu memberikan pandangan agar desa tetap memiliki ruang untuk menyusun program/kegiatan sesuai kewenangannya dengan partisipasi aktif masyarakatnya melalui musyawarah desa. Setiap musyawarah desa dilakukan oleh kepala desa bersama masyarakatnya difasilitasi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Pembahasan dan kesepakatan dalam musyawarah desa menghasilkan dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa.
Hasil musyawarah desa wajib dijadikan pedoman oleh kepala desa dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan sebuah desa. Hal ini akan mengurangi risiko kepala desa untuk mengajukan anggaran dan proyek fiktif dalam pembangunan di desa. Proses pemberdayaan ini juga meminimalisir korupsi oleh kades maupun perangkatnya.
Sesuai Pasal 2--3 Permendesa 7/2023, pemanfaatan Dana Desa yang telah diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Optimalisasi penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritasnya sangat penting dilaksanakan oleh pemerintah desa, BPD, dan masyarakat.
Dana Desa diprioritaskan untuk pembangunan desa melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan (Pasal 4).
Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa pencegahan stunting, perluasan akses pelayanan kesehatan, dan penguatan ketahanan pangan nabati dan hewani masyarakat menjadi bagian dari upaya pemenuhan hak dasar. Begitu pula dengan pengembangan listrik alternatif bagi desa yang belum teraliri listrik. Ini juga sejalan dengan pendirian, pengembangan, dan peningkatan kapasitas badan usaha milik desa (BUMDes) beriringan dengan pelestarian sumber daya alam desa.
Terkait prioritas penggunaan Dana Desa sebagai bagian dari RKP Desa, disusun berdasarkan rekomendasi dari musyawarah desa dan menjadi pedoman dalam penyusunan APB Desa (Pasal 14). Selanjutnya, ketika APB Desa ditetapkan, maka setiap pemerintahan desa wajib mempublikasikan prioritas penggunaan Dana Desa itu di media massa setempat (Pasal 15).
Adapun materi publikasi meliputi hasil musyawarah desa, data dan potensi sumber daya pembangunan desa, dokumen RKP Desa, rincian prioritas penggunaan Dana Desa, dan dokumen APB Desa atau seperti termuat pada Pasal 16 ayat (1).
Sebaliknya, jika pemerintah desa tidak melakukan publikasi prioritas penggunaan Dana Desa, maka terkena sanksi administratif berupa teguran lisan dan tertulis yang diberikan oleh bupati/wali kota. Teguran itu terbit berdasarkan laporan pengawasan BPD atau pengaduan masyarakat desa setempat.
Publikasi ini penting dalam mewujudkan pengelolaan anggaran yang transparan dan partisipatif. Penyampaian program juga meminimalisir terjadinya penyelewengan.
Dalam Pasal 19 dinyatakan bahwa setiap kepala desa wajib menyampaikan laporan penetapan Dana Desa dan prioritas penggunaannya kepada Menteri Desa dalam bentuk dokumen digital berupa sistem informasi desa yang telah disiapkan pihak kementerian terkait. Pelaporan dilakukan paling lambat satu bulan sejak RKP Desa ditetapkan dan jika tidak dapat disampaikan secara digital, maka bisa dalam bentuk dokumen fisik. (***)