Ilustrasi : Tetangga

Kajian Hadits Menghormati Tetangga dalam Pandangan Islam

Islam memerintahkan keseimbangan hubungan seorang muslim, antara dirinya dengan Allah Swt dan juga dengan manusia. Salah satu hubungan dengan manusia yang harus dijaga adalah dengan para tetangga. Allah ta’ala berfirman di dalam Al-Quran surah An-Nisa’ayat 36:  

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ  

Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Berbuat baiklah terhadap orang tua, kerabat dekat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat...” Terkait ayat ini, Syekh Wahbah az-Zuhaili menyebutkan yang dimaksud dengan tetangga dekat adalah orang yang dekat dengan kita baik secara tempat, nasab, atau agama.    Sedangkan tetangga jauh adalah orang yang jauh tempat tinggalnya dengan kita atau orang yang tidak memiliki nasab dengan kita atau bukan termasuk keluarga (Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], jilid V, hal. 65). 

Berdasarkan penafsiran tersebut, dapat diketahui bahwa perintah berbuat baik kepada tetangga yang dimaksud dalam ayat yang dibaca tadi ialah kepada tetangga yang ada di sekitar rumah.

Rasulullah saw adalah orang yang sangat memuliakan tetangga sekaligus menganjurkan umatnya untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan tetangga. Berikut adalah hadits-hadits terkait dengan sikap menghormati tetangga:

Artinya:  “Dari Aisyah ra, dari Nabi saw, Nabi bersabda, ‘Jibril terus mewasiatkanku perihal tetangga. Hingga aku menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris’.” (HR. Al-Bukhari).   Hadits di atas menjelaskan Nabi Muhammad Saw sering diberi wasiat oleh Jibril soal berhubungan baik dan membangun keharmonisan dengan tetangga. Seringnya wasiat Jibril membuat Nabi saw menganggap tetangga adalah seorang ahli waris sebagaimana sanak saudara yang sedarah dan satu nasab keluarga. (Ibnu Hajar Al-’Atsqallani, Fathul Bari [Beirut: Dar al-Fikr, t.t.], juz 10, halaman 441). (***)

Editor: Arya Abisatya
Sumber: https://islam.nu.or.id/