Sungai Batanghari yang berhulu dari Gunung Rasan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, dan mengalir sejauh 800 kilometer hingga perairan timur Sumatra di wilayah Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, adalah sungai terpanjang di Sumatra. Alur sungai yang berkelok menjadi urat nadi transportasi air bagi masyarakat di sejumlah kabupaten Jambi dan Sumbar. Sejumlah pengelola tambang turut memanfaatkan aliran sungai sebagai jalur pengangkutan hasil-hasil tambang menuju lokasi penumpukan akhir.
Batanghari juga membelah Kota Jambi seperti halnya Kali Ciliwung di DKI Jakarta. Pada salah satu sisinya di aliran yang masuk ke pusat kota, terdapat Danau Sipin. Masyarakat Kota Jambi mengenalnya sebagai Danau Tapal Kuda atau Danau Ladam karena jika dilihat dari udara, bentuknya menyerupai tapal kuda atau seperti huruf U. Seperti dikutip dari National Geographic, danau tapal kuda (oxbow lake) dikenal pula sebagai danau mati karena bentuk sungai yang berkelok-kelok (meander river) seiring waktu akan menggerus tepian di sisi luar kelokan.
Kemudian, hasil sedimentasinya akan ditimbun di sisi dalam sungai. Lambat laun, kelokan-kelokan sungai semakin melebar dan membundar hingga pada saatnya, sisi luar suatu kelokan terus bergeser sampai mendekati sisi luar kelokan lain di dekatnya, membentuk suatu tanah genting antar kelokan. Tanah genting ini pada akhirnya akan tergerus pula, boleh jadi oleh erosi lateral arus sungai, atau oleh luapan air banjir yang melanda wilayah itu. Maka, terbentuklah danau berbentuk tapal kuda tersebut.
Secara fisiografis, Danau Sipin termasuk ke dalam formasi Quarter Alluvium (Qa) yang berumur Tersier-Kuarter dengan batuan sedimen yang tersingkap. Demikian diungkapkan geolog A Pulunggono yang meneliti cekungan Jambi di dalam jurnal ilmiahnya berjudul Sumatran microplates, their characteristics and their role in the evolution of the Central and South Sumatra basins yang diterbitkan pada tahun 1984.
Danau ini lokasinya tak jauh dari Kantor Gubernur Jambi, atau di Jl Ade Irma Suryani Nasution, Kelurahan Telanaipura, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi. Tepatnya sekitar 5 kilometer dari pusat kota dan dapat ditempuh sekitar 15 menit berkendara dan membuatnya menjadi lokasi tujuan wisata favorit masyarakat kota berjuluk Bumi Melayu tersebut. Danau tapal kuda ini luasnya sekitar 89 hektare atau berdimensi panjang 4.500 meter dan lebar sekitar 300 meter.
Seperti dikutip dari website Pemerintah Provinsi Jambi, awalnya kedalaman danau berkisar 2 meter hingga 6 meter dan terbilang dangkal akibat tingginya sedimentasi. Namun sejak 2018, pemerintah setempat menjalankan program normalisasi dan membuat kedalamannya saat ini berkisar antara 5 meter sampai 7 meter. Belasan ton gulma seperti tumbuhan eceng gondok yang menutupi sebagian permukaan danau turut diangkut dalam proses normalisasi itu dan membuat perairan Danau Sipin menjadi lebih bersih. Normalisasi Danau Sipin menjadi bagian dari program penyelamatan prioritas nasional terhadap 15 danau di Indonesia yang masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Sebelum menjadi objek wisata seperti sekarang, Danau Sipin dimanfaatkan untuk lokasi pembiakan beberapa jenis ikan di dalam keramba. Tercatat ada lebih dari 1.200 unit keramba ikan dibangun oleh beberapa kelompok nelayan setempat yang lokasinya menyebar di sekitar danau. Mereka juga membangun rumah panggung di sekitar danau sebagai tempat beristirahat selepas mencari ikan. Danau Sipin juga menjadi tempat berkembang biaknya aneka ikan air tawar seperti nila, mas, gabus, patin, mujair dan lainnya. Itulah sebabnya banyak pemancing berdatangan ke sini.
Kegiatan normalisasi danau diikuti pula oleh penataan kawasan di tepiannya. Pemerintah Kota Jambi membangun lintasan lari menyusuri tepian danau sepanjang hampir 1 km, memperkuat tepian danau dengan memasang bronjong untuk menghindari longsor. Selain itu beberapa dermaga kecil turut dibangun di sekitar danau untuk mengakomodasi usaha penyewaan 100 unit perahu bebek yang dikelola oleh 10 kelompok masyarakat. Fasilitas penunjang lainnya adalah musala, kios UMKM, bangunan serbaguna, dan sejumlah toilet.
Dermaga Apung
Sebuah dermaga apung sangat besar, 50 meter x 25 meter atau separuh ukuran lapangan sepak bola standar internasional, turut melengkapi fasilitas di danau. Dermaga ini menjadi daya tarik baru bagi para pengunjung karena jika mereka berdiri di atasnya, maka seolah sedang melayang di permukaan air danau. Sebuah jembatan sepanjang 3 meter dan lebar 60 sentimeter menjadi penghubung antara dermaga dan daratan di tepian danau.
Dermaga apung dari bahan High Density Polyethylene (HDPE) warna merah jambu dan biru serta mampu menahan beban maksimal hingga 20 ton ini menjadi lokasi sandar perahu-perahu wisata atau dikenal masyarakat setempat sebagai ketek. Setiap ketek dapat mengangkut hingga 20 penumpang serta dilengkapi oleh rompi keselamatan (life jacket). Sedangkan di pelataran dermaga yang dilengkapi pagar pembatas bertali baja, dimanfaatkan masyarakat yang berkunjung untuk bersantai. Tak sedikit dari mereka yang duduk-duduk sambil menggelar tikar sambil menyaksikan anak-anak berlarian.
Mereka juga dapat merasakan sensasi tersendiri ketika permukaan HDPE bergoyang lantaran adanya riak gelombang air danau yang dihasilkan ketika sebuah ketek melintas di dekat dermaga apung. Pada saat tertentu, tempat ini dapat pula dipakai untuk acara kedinasan dari Pemkot Jambi. Beberapa waktu lalu, tali penambat dermaga apung sempat putus akibat tak kuat menahan kencangnya tiupan angin sewaktu Jambi dilanda hujan lebat. Akibatnya dermaga apung bergeser hingga nyaris ke tengah danau.
Sekitar 15 meter dari lokasi dermaga apung terdapat jembatan gantung sepanjang sekitar 30 meter melintasi sebuah sungai kecil yang bermuara di Danau Sipin. Jembatan ini bentuknya melengkung dicat warna hijau. Sejumlah tanaman peneduh seperti trembesi dan beringin turut ditanam untuk menambah keindahan dan kesejukan kawasan. (***)