Jambekspres.co.id

Tak Lagi Minta Nomor Handphone, Ini Syarat Peminjaman di Pinjol Resmi Menurut OJK

JAKARTA, bungopos.com - Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito menegaskan awal mula hadirnya pinjol adalah untuk mendorong inklusi keuangan terhadap masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses ke bank agar lebih produktif. Masyarakat Indonesia, tambah dia, seharusnya hanya memilih pinjol yang berizin dari OJK yang saat ini jumlahnya 101 situs.

Menurut Sarjito, OJK punya cara dan regulasi yang melindungi konsumen pinjol dan dilayani dengan baik sesuai aturan yang berlaku. Bila pinjam pada pinjol resmi, tegas dia, hanya mempersyaratkan data wajah lewat kamera, share lokasi dan microphone untuk suara.

“Tidak diperbolehkan meminta phone book. Bila ada yang meminta, laporkan ke saya, ” tegasnya saat berbicara di diskusi daring bertema Pinjol Solusi atau Masalah? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.

Selain itu, ungkap Sarjito, pada pinjol resmi denda maksimal bila peminjam tidak mampu membayar adalah 100% pinjaman. OJK, tambah dia, juga menyediakan hotline pengaduan di nomor telepon 157 jika menghadapi masalah terkait pinjol.

Diakui Sarjito tujuan orang meminjam melalui pinjol saat ini sudah bergeser dari tujuan untuk produktivitas bergeser ke arah konsumtif. Apalagi, ungkap dia, generasi muda saat ini demi FOMO (fear of missing out) rela untuk meminjam melalui pinjol, tidak peduli legal atau ilegal.

BACA JUGA: TikTok Shop Resmi Tutup Usia

Menurut Sarjito, semua pihak harus mendorong agar generasi muda tidak pragmatis dalam hidup dan dapat terus meningkatkan produktivitasnya.

Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kemenkumham, Y Ambeg Paramarta mengungkapkan sejumlah peraturan hukum terkait pinjol sudah diberlakukan.

Peraturan itu, ujar Ambeg, antara lain Peraturan OJK tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK 10/2022) yang mengatur mekanisme penyelenggaraan dan pengembangan industri jasa keuangan berbasis teknologi informasi (termasuk pinjol) dan memberikan perlindungan bagi penerima layanan.

BACA JUGA: Hari Batik Nasional, Ini Lho Sejarah Batik Jambi

Perlindungan penerima layanan itu, tegas Ambeg, termasuk perlindungan dalam penggunaan data pribadi, perlindungan konsumen dan tata cara penagihan bagi penerima layanan yang wanprestasi.

Meski begitu, ujar Ambeg, sanksi terhadap pemberi pinjol hanya berupa sanksi administratif. Dalam hal terjadi pelanggaran hukum berupa tindak pidana oleh pemberi pinjaman terhadap penerima pinjol, menurut dia, sampai saat ini belum ada aturan sanksi pidananya.

Karena itu, Ambeg menyarankan pengkajian menyeluruh untuk menghadirkan aturan hukum yang komprehensif dalam upaya mengantisipasi terjadinya tindak pidana dan pelanggaran HAM dalam proses pinjol.

Menanggapi hal itu anggota Komisi III DPR RI Y. Jacki Uly berpendapat dalam persoalan pinjol yang harus diantisipasi adalah dampak pelanggaran yang ditimbulkannya.

Seperti, ujar Jacki, mulai dari penggunaan debt collector dan perjanjian yang kurang jelas yang di ujungnya banyak menimbulkan dampak negatif.

“Kita perlu hilangkan sisi negatif dari pinjol ini,” tegasnya.

Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo mengungkapkan dari laporan pengaduan konsumen yang masuk 40%-nya terkait jasa keuangan seperti pinjol, perbankan, leasing, asuransi, uang elektronik dan investasi.

Sudaryatmo mengungkapkan bahwa terkait kasus pinjol konsumen sudah diperlakukan tidak adil sejak dalam kontrak saat mengajukan pinjaman.

Kontrak pinjol juga dinilai Sudaryatmo kurang transparan. Di sisi lain, tambah dia, konsumen juga tidak memiliki product knowledge yang memadai.

Dia berharap pelaku usaha pinjol harus transparan kepada konsumen dan menerapkan kontrak yang adil.

BACA JUGA: Ini Nama-nama Anak Yang Dilarang Dalam Islam

Di akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat mengatakan, saat ini kita berhadapan dengan perkara besar yaitu munculnya generasi yang tidak tahu diri dan tidak tahu batas, asalkan keinginannya terwujud.

Di sisi lain, ujar Saur, tumbuh juga orang-orang yang semangat mengajukan pinjaman tetapi tidak mau membayar alias ngemplang.

“Jika sikap tidak tahu diri dan ngemplang bertemu, pantas saja bila saat ini bermunculan kasus bunuh diri,” pungkas Saur. (***)

Editor: Arya Abisatya
Sumber: https://nasdem.id/