PENULIS : Mohd Haramen, M.E.Sy

ISNU Jambi dan Paradigma Kritis Transformatif

Posted on 2025-11-27 19:17:29 dibaca 42 kali

PENGURUS wilayah maupun cabang Ikatan Sarjana Nahdhatul Ulama (ISNU)se Jambi rencananya akan dilantik hari Sabtu, 29 November 2025 mendatang. Tempat pelantikannya yakni di Sutha Inn Telanai Pura Jambi.

Sebelum agenda pelantikan digelar, seluruh pengurus wajib ikut Madrasah Kader ISNU. Tak tanggung tanggung, yang tidak ikut madrasah, namanya dicoret dalam kepengurusan. Ini memang sebuah gagasan baru bagi ISNU sebagai organisasi intelektual.

Sebelumnya tidak ada proses pendidikan madrasah ini. Gagasan baru ini merupakan hal wajar karena memang ISNU memiliki posisi strategis dalam menjembatani tradisi keilmuan pesantren dengan dinamika global. Di tengah tantangan sosial, ekonomi, dan politik yang makin kompleks, ISNU dituntut tidak hanya menjadi komunitas, tetapi juga laboratorium gagasan. Di sinilah Paradigma Kritis Transformatif menemukan relevansinya.ISNU dituntut tidak hanya terjebak kepada seremoni pelantikan, tetapi jadi pemberi solusi terhadap masalah di masyarakat.

Setidaknya paradigma kritis transformatif ini menekankan pada tiga poin utama. Yakni, pertama membaca realitas secara kritis, kedua, mendekonstruksi struktur yang tidak adil, dan ketiga menghadirkan perubahan sosial yang berkeadilan. Bagi pengurus ISNU, pendekatan tersebut hendaknya bukan hanya sekadar teori, tetapi mampu menjadi landasan gerak. Karena memang berorganisasi ini hendaknya terlihat pergerakannya bukan hanya stagnan pada gagasan ide.

Setidaknya ada tiga alasan memang ISNU Jambi perlu menerapkan paradigma kritis transformatif ini. Pertama, paradigma kritis transformatif dapat memperkuat kemampuan ISNU dalam memetakan problem sosial secara lebih mendalam.

Tantangan seperti ketimpangan pendidikan, ekonomi digital yang timpang, serta problem intoleransi memerlukan cara pandang yang tidak hanya deskriptif, tetapi analitis.Dengan paradigma ini, ISNU bisa mendorong anggotanya untuk tidak menerima realitas sebagai sesuatu yang given, melainkan sebagai struktur yang dapat diubah.

Kedua, paradigma transformatif memberikan energi moral bagi ISNU untuk menghadirkan solusi yang membebaskan. Tradisi intelektual NU yang bercorak tawassuth–tawazun–tasamuh perlu dikontekstualkan melalui program-program konkret: riset yang memihak kelompok rentan, rekomendasi kebijakan publik, pendampingan masyarakat, hingga penguatan literasi digital. Semua itu menjadi bentuk konkrit “amal ilmiah” yang selaras dengan visi transformasi.

Ketiga, ISNU memiliki peluang besar untuk menjadi penggerak perubahan di tubuh NU sendiri. Dengan memadukan khazanah pesantren dan disiplin keilmuan modern, ISNU bisa menjadi ruang dialog kritis yang mendorong pembaruan pemikiran tanpa meninggalkan akar tradisi. Paradigma kritis transformatif membantu ISNU menegaskan bahwa perubahan bukanlah ancaman, melainkan bagian dari perjalanan panjang Islam Nusantara yang adaptif dan responsif.

Pada akhirnya, perjumpaan antara ISNU dan paradigma kritis transformatif menciptakan harapan akan lahirnya gerakan intelektual Nahdliyin yang tidak hanya reflektif, tetapi juga transformatif. Sebuah gerakan yang tidak terpukau oleh status akademik, tetapi menegaskan keberpihakan pada keadilan, kemanusiaan, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan fondasi itu, ISNU dapat menjadi motor perubahan yang relevan di tingkat lokal.

(Penulis adalah Wakil Ketua ISNU Kabupaten Batang Hari)

Penulis: Mohd Haramen
Editor: Arya Abisatya
Copyright 2023 Bungopos.com

Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi

Telpon: -

E-Mail: bungoposonline@gmail.com