KESENJANGAN : Jurang antara kaya dan miskin makin mengangga
YOGYAKARTA, bungopos.com - Dari total populasi dunia sebesar 6,1 miliar jiwa, sekitar 1,1 miliar tergolong miskin. Lebih mengkhawatirkan lagi, sekitar 0,7% populasi menguasai 18,4% kekayaan dunia, sementara lebih dari 70% populasi hanya memiliki akses terhadap 2,7% kekayaan yang ada. “Ketimpangan ini menunjukkan perlunya kebijakan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan, agar kesejahteraan dapat dirasakan secara lebih merata, terutama bagi masyarakat pinggiran,” kata Plt Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan, Dr Rachmawan saat menyampaikan ceramah Safari Ilmu di Bulan Ramadhan (Samudra) di Masjid Kampus UGM.
Dalam ceramahnya yang bertajuk, “Kebijakan Inklusif: Membangun Ekonomi yang Berkelanjutan tanpa Meninggalkan Masyarakat Pinggiran”, Rachmawan menawarkan prinsip ekonomi yang berlandaskan empat pilar utama, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Rachmawan menjelaskan, prinsip tauhid menjadikan pelaku ekonomi tidak lagi berorientasi pada keuntungan materi semata tetapi dapat berbagi sesama sebagai bentuk fungsi sosial atas kekayaan dan menghindari eksploitasi.”Dalam Islam, kekayaan bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial,” ujarnya.
Selanjutnya, dalam prinsip keseimbangan dalam ekonomi Islam berperan penting dalam mencegah kesenjangan sosial. “Islam mendorong manusia untuk mencegah monopoli, sentralisasi modal, dan penimbunan barang demi mendongkrak harga,” jelasnya.
Sementara itu, prinsip kehendak bebas dalam Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki pilihan dalam menjalankan kehidupannya, meskipun Allah SWT tetap memiliki kekuasaan mutlak. Kebebasan ini harus dijalankan dengan penuh kesadaran bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, prinsip tanggung jawab kemudian menjadi pelengkap dalam sistem ekonomi Islam. “Tanggung jawab hadir sebagai konsekuensi dari tauhid, keseimbangan, dan kehendak bebas. Ini berlaku baik secara individu maupun kolektif,” ungkap Rachmawan.
Sebagai solusi atas tantangan kemiskinan dalam perspektif Islam, kata Rachmawan, ada beberapa langkah perlu diterapkan. Pertama, masyarakat harus didorong untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuannya, sehingga produktivitas dapat meningkat. Kedua, proyek-proyek ekonomi yang berkelanjutan harus diperbanyak guna menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja. Ketiga, praktik riba yang merugikan masyarakat miskin harus dihindari. “Terakhir, pengelolaan keuangan yang baik perlu diterapkan agar sumber daya dapat digunakan secara optimal,” katanya.
Selain itu, orang-orang kaya diakui Rachmawan memiliki peran penting dalam membantu perekonomian masyarakat melalui zakat, infak, dan sedekah. Namun yang tak kalah lebih penting, pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Baitul Mal harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar kebijakan ekonomi benar-benar berdampak bagi kesejahteraan rakyat.
Melalui prinsip-prinsip ekonomi Islam ini, diharapkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dapat tercapai tanpa meninggalkan masyarakat pinggiran. “Keberlanjutan bukan hanya soal menjaga alam, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang dan meraih kesejahteraan,” pungkasnya.(***)
Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi
E-Mail: bungoposonline@gmail.com