ILUSTRASI : Banjir bandang yang menghantam sumatera

Mengapa Bencana Banjir Sumatera Tidak Ditetapkan Sebagai Darurat Nasional ? Begini Alasannya

JAKARTA, bungopos.com - Dorongan dari berbagai pihak agar banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Pulau Sumatra akhir November 2025 ditetapkan sebagai bencana nasional terus menguat. Besarnya jumlah korban, kerusakan infrastruktur, dan terganggunya aktivitas masyarakat dinilai cukup untuk menaikkan status kebencanaan. Namun pemerintah tetap bersikukuh bahwa bencana tersebut masih berada dalam kategori bencana daerah tingkat provinsi, sehingga penangannya tidak dialihkan ke tingkat nasional. Keputusan Presiden Prabowo Subianto yang belum menaikkan status bencana Aceh-Sumatra menimbulkan banyak pertanyaan. Publik mempertanyakan dasar pertimbangan pemerintah, apalagi angka korban dan laporan kerusakan terus bertambah. Banjir bandang yang melanda 52 kabupaten/kota di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat telah menyebabkan 961 jiwa meninggal dunia, 962,2 ribu orang mengungsi, serta 160.689 rumah hingga fasilitas umum rusak. Namun, pemerintah menilai kapasitas daerah masih mencukupi untuk menangani krisis tersebut Penetapan status bencana nasional hanya dapat dilakukan Presiden berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penaggulangan Bencana. Menurut ketentuan tersebut, status nasional ditetapkan apabila pemerintah daerah tidak mampu lagi mengelola penanganan bencana, baik dari sisi sumber daya manusia, koordinasi, logistik, maupun komando darurat. Hingga kini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di provinsi terdampak masih dapat bekerja sama dengan TNI, Polri, Basarnas, serta menerima dukungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk kebutuhan logistik dan peralatan search and rescue (SAR). “Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah mengacu pada indikator yang meliputi, jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,” terang UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 7 ayat 2. Pemerintah menilai indikator tersebut belum mencapai batas yang mengharuskan status nasional. Penetapan status nasional memiliki konsekuensi besar, termasuk perubahan struktur komando dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) secara langsung. Dalam kunjungan ke Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara pada Senin (1/12/2025), Prabowo mengatakan bahwa status darurat bencana daerah sudah cukup memadai. “Kami monitor terus. Saya kira kondisi yang sekarang ini (bencana daerah) cudah cukup,” katanya. (***)

Editor: Arya Abisatya
Sumber: NU Online