Mohd Haramen

Zakat Mengendalikan Syahwat Keserakahan

Oleh : Mohd Haramen

SUATU ketika, saat Rasulullah Muhammad SAW sedang sakit dan kondisinya makin lemah, beliau memanggil Aisyah Ra (istrinya) untuk mengambil uang yang pernah dititipkannya. Uang tak seberapa itu tetiba diingat lagi oleh Nabi dan diminta dibagikan kepada yang membutuhkan.

Alangkah malunya aku kepada Allah SWT jika masih menyimpan harta,”

begitu kurang lebih yang disampaikan Nabi kepada Aisyah Ra.


Bagi Rasulullah, harta tak boleh ditumpuk, justru mesti tersebar merata ke seluruh umat. Harta yang diendapkan hanya akan jadi beban, bukan berkah. Pengadilan hari akhir yang akan melenyapkan

Penumpukan harta pada beberapa gelintir orang hanya menyebabkan ketimpangan dan tanpa pemerataan. Ekonomi tidak akan tumbuh dengan stabil bila pemerataan tidak terjadi.Oleh karena itulah, dalam ilmu ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan itu harus seiring sejalan.


Untuk mencapai pemerataan inilah berbagai instrumen ekonomi diterapkan. Mulai dari pendirian bank sebagai mediator antara orang berlebih harta dengan yang membutuhkan pinjaman. Hingga pada upaya distribusi pendapatan dengan memberikan subsidi bagi yang miskin.

Dalam konteks mencapai pemerataan ini, Zakat salah satu instrumen penting dalam ekonomi Islam. Zakat bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan sebuah mekanisme spiritual dan sosial yang sangat dalam maknanya. Di tengah sistem ekonomi yang sering memuja akumulasi harta dan mengabaikan keadilan sosial, zakat hadir sebagai penyeimbang. Ia mengajarkan bahwa harta bukan milik mutlak pribadi, tetapi ada hak orang lain di dalamnya.

Zakat bisa meluluhkan syahwat Keserakahan. Karena keserakahan adalah dorongan nafsu untuk terus menumpuk kekayaan tanpa batas. Bahkan dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan dan moral sekalipun. Dalam hal ini, zakat berfungsi sebagai obat. Ia memaksa manusia yang telah mencapai nisab untuk melepaskan sebagian hartanya, membersihkan diri dari keterikatan berlebihan terhadap dunia.

Mengeluarkan zakat secara rutin melatih empati dan menumbuhkan kesadaran bahwa rezeki yang diperoleh bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan untuk kemaslahatan bersama. Ini adalah proses spiritual yang mendewasakan jiwa, melemahkan syahwat keserakahan, dan memperkuat solidaritas sosial.

Serakah dan rakus tidak baik. Selalu berbagi akan membawa keberkahan dan kebaikan di dunia maupun di akhirat. 

(Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Perhimpunan ZIS Baznas Kabupaten Batanghari)

Penulis: Mohd Haramen
Editor: Arya Abisatya