A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: fopen(/tmp/pupr_clssess_lfcs0j09keurer8dbvlfirh5ri4i17bp): failed to open stream: No space left on device

Filename: drivers/Session_files_driver.php

Line Number: 176

Backtrace:

File: /var/www/bungopos.com/application/controllers/Berita.php
Line: 7
Function: __construct

File: /var/www/bungopos.com/index.php
Line: 321
Function: require_once

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: session_start(): Failed to read session data: user (path: /tmp)

Filename: Session/Session.php

Line Number: 143

Backtrace:

File: /var/www/bungopos.com/application/controllers/Berita.php
Line: 7
Function: __construct

File: /var/www/bungopos.com/index.php
Line: 321
Function: require_once

Bolehkah Istri Gugat Cerai karena Suami Kecanduan Judi Online?
Ilustrasi : Judi Online

Bolehkah Istri Gugat Cerai karena Suami Kecanduan Judi Online?

JAKARTA, bungopos.com - Judi online kini semakin merajalela, padahal hal tersebut jelas dilarang oleh agama dan negara. Dampak negatifnya pun tidak sepele, mulai dari materi, kesehatan fisik, hingga mental. Bagi orang yang telah berkeluarga, masalah perjudian ini sering kali menyebabkan gangguan atau kerusakan pada keharmonisan hubungan keluarga. Dalam konteks keluarga, seringkali istri dan anak menjadi korban suami yang kecanduan judi online.

Di antaranya, tidak menerima nafkah sebagaimana mestinya karena uangnya habis untuk berjudi dan menerima perlakuan kasar, karena rata-rata penjudi menjadi temperamental akibat kekalahannya. Lantas, dengan alasan ini, bolehkah istri menggugat cerai sang suami?   Menurut hukum Islam hak talak hanya pada suami. Namun demikian, istri masih mempunyai hak mengajukan gugatan cerai. Hal ini tidak lain untuk memberikan perlindungan kepada pihak perempuan atau istri dari bahaya yang mungkin mengancamnya.

Wanita pertama dalam sejarah Islam yang menggugat cerai suaminya adalah istri Tsabit bin Qais sebagaimana diabadikan dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Abbas sebagai berikut: 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَتَتْ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ. وَفِي رِوَايَةٍ: مَا أَنْقِمُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ، وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ أَيْ كُفْرَانَ النِّعْمَةِ. فَقَالَ: أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً. وَفِي رِوَايَةٍ: فَرَدَّتْهَا وَأَمَرَهُ بِفِرَاقِهَا

Artinya, "Dari Ibnu Abbas bahwa istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi saw dan berkata, "Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais karena agama ataupun akhlaknya, akan tetapi aku hanya tidak mau terjatuh pada kekufuran dalam Islam (maksudnya adalah kufur nikmat)." Lalu Rasulullah saw bersabda, "Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun miliknya itu?" Ia menjawab, "Ya." Rasulullah sa bersabda (kepada Tsabit): "Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu." ( HR Al-Bukhari). 

Gugatan cerai dari pihak istri dalam islam dikenal dengan nama khulu', maka istri Tsabit bin Qais sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas  adalah perempuan pertama dalam Islam yang melakukan khulu'.  Pengertian khulu' sendiri menurut syariat adalah perceraian dengan memberikan kompensasi ('iwadh) kepada suami. Logikanya, ketika seorang suami memiliki hak untuk menikmati hubungan pernikahan (budhu') dengan suatu imbalan (mahar), maka diperbolehkan juga baginya untuk melepaskan hak tersebut dengan menerima imbalan, seperti halnya dalam jual beli.  

Pernikahan diibaratkan seperti pembelian dan khulu' seperti penjualan. Selain itu, dalam khulu' terdapat perlindungan dari bahaya bagi wanita, yang sering terjadi dalam pernikahan yang tidak harmonis.

Adapun nilai kompensasi ('iwadh) yang diberikan kepada suami boleh berupa mahar yang telah diberikan atau selainnya, atau bahkan nilainya lebih besar, namun ini hukumnya makruh menurut Imam  Al-Ghazali dalam kitab Ihya'nya.  

Dengan alasan suami kecanduan judi online istri diperbolehkan meminta cerai atau khulu' dengan alasan buruknya akhlak dan agama suami, atau alasan tidak diberi nafkah. Hal ini sebagaimana diterangkan Syekh Zakaria Al-Anshari dalam kitabnya, Asnal Mathalib, sebagai berikut: 

وَيَصِحُّ فِي حَالَتَيْ الشِّقَاقِ وَالْوِفَاقِ وَذِكْرُ الْخَوْفِ فِي الْآيَةِ جَرَى عَلَى الْغَالِبِ. (وَلَا يُكْرَهُ عِنْدَ الشِّقَاقِ أَوْ) عِنْدَ (كَرَاهِيَتِهَا لَهُ) لِسُوءِ خُلُقِهِ أَوْ دِينِهِ أَوْ غَيْرِهِ (أَوْ) عِنْدَ خَوْفِ (تَقْصِيرٍ) مِنْهَا (فِي حَقِّهِ) أَوْ عِنْدَ حَلِفِهِ بِالطَّلَاقِ الثَّلَاثِ مِنْ مَدْخُولٍ بِهَا عَلَى فِعْلِ مَا لَا بُدَّ لَهُ مِنْ فِعْلِهِ وَذَلِكَ لِلْحَاجَةِ إلَيْهِ وَلِلْخَبَرِ السَّابِقِ فِي خَوْفِ التَّقْصِيرِ قَالَ فِي الْأَصْلِ وَأَلْحَقَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ بِذَلِكَ مَا لَوْ مَنَعَهَا نَفَقَةً أَوْ غَيْرَهَا فَافْتَدَتْ لِتَتَخَلَّصَ مِنْهُ انْتَهَى 

 

Artinya, "Dan khulu' sah dilakukan baik dalam kondisi perselisihan maupun dalam kondisi damai, meskipun dalam ayat disebutkan tentang ketakutan, hal itu berlaku pada kebanyakan kasus.  

Khulu' tidak dimakruhkan dalam kondisi perselisihan atau ketika istri membenci suaminya karena keburukan akhlaknya, agamanya, atau hal lain, atau ketika istri khawatir tidak dapat memenuhi hak-hak suami, atau ketika suami bersumpah dengan tiga talak pada istri yang telah digauli untuk melakukan sesuatu yang harus dilakukannya karena kebutuhan, dan berdasarkan hadits yang disebutkan sebelumnya tentang ketakutan akan ketidakpatuhan.  

Hal ini disebutkan dalam kitab asal . Syekh Abu Hamid menyamakan dengan kasus ini jika suami menahan nafkah atau hak-hak lainnya, sehingga istri menebus dirinya untuk membebaskan diri darinya." (Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhut Thalib, [Beirut, Dar Kutub Islami], juz III, halaman 241).

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang istri boleh menggugat atau meminta cerai kepada suami yang kecanduan judi online dengan memberikan sejumlah kompensasi ('iwadh) karena seorang yang kecanduan judi online dapat dipastikan akhlak dan agamanya buruk.   Langkah ini diambil tidak lain untuk melindungi istri dari hal-hal kurang baik yang dialaminya. Tentu saja perceraian menjadi pilihan terakhir setelah menempuh langkah-langkah rekonsiliasi dan setelah memikirkannya secara matang.  

Dalam konteks hukum positif di Indonesia, gugatan cerai dari pihak istri disebut dengan cerai gugat yaitu dengan istri melakukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama kemudian nantinya Pengadilan Agama yang akan memutuskannya dengan segala mekanismenya. Hal ini diatur dalam KHI pasal 131 ayat 5 yaitu suami mengikrarkan talaknya terhadap istri.  Perbedaan khulu' dengan cerai gugat adalah bahwa cerai gugat tidak selamanya membayar uang 'iwadh (kompensasi), sedangkan dalam khulu' uang iwadh dijadikan dasar akan terjadinya khulu'. Persamaan cerai gugat dan khulu' adalah keinginan bercerai sama-sama datang dari pihak istri. Wallahu a'lam. (***)

Editor: Arya Abisatya
Sumber: https://islam.nu.or.id/