JAMBI, bungopos.com - Ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang utama dalam Islam, oleh karenanya ibadah ini masuk menjadi rukun dalam Islam. Seorang muslim wajib melaksanakan ibadah haji ketika ia memiliki kemampuan. Berikut ini ada urutan lengkap tata cara haji yang wajib dipahami.
Pengertian Haji dan Maknanya
Maknanya menurut syariat adalah beribadah kepada Allah dengan mengerjakan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, dan seluruh manasik haji'>haji di Mekkah al Mukarramah pada bulan-bulan haji'>haji dengan syarat-syarat tertentu berdasarkan Al Quran dan sunnah Nabi yang sahih.
Dari pengertian tadi, dapat disimpulkan ibadah ini merupakan ibadah yang agung. Agar diterima, ibadah ini mensyaratkan ikhlas dan i’tiba atau mengikuti tuntunan (sunnah) Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah haji'ku ini”. (HR. Muslim no. 1297, dari Jabir)
Hadist sahih ini menunjukkan bahwa ibadah dan haji serta ibadah lainnya mesti didasari ilmu, ilmu tuntunan dari Al Quran dan Rasulullah. Jika tidak, maka sia-sialah ibadah tersebut.
Tata Cara dan Panduan Singkat Ibadah Haji
1. Persiapan
Tata cara melaksanakan ibadah haji yang pertama adalah dari persiapannya. Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain lebar untuk menutupi pundak dan bagian bawah panggul seperti layaknya sarung. Laki-laki dilarang mengenakan pakaian yang membentuk lekuk tubuh, termasuk pakian dalam.
Sedangkan pakaian untuk perempuan memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun, tidak dibolehkan memakai cadar/ niqab juga sarung tangan. Hal ini telah dicontohkan istri nabi salallahu’alayhi wa sallam, yaitu Aisyah radyallahu anhuma yang tidak mengenakan cadar, tetapi sesekali menutup keseluruhan kepalanya jika ada lelaki yang memperhatikannya.
2. Ihram di hari tarwiyah
Hari tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzulhijjah. Disebut demikian karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air untuk (persiapan ibadah) selanjutnya.
Dalam hari tarwiyah ini disunnahkan bagi orang yang menunaikan haji tamattu’ untuk melakukan ihram haji di miqat pada hari tersebut.
2. Miqot
Miqot merupakan tempat yang ditentukan Rasulullah salallahu‘alayhi wa sallam untuk jamaah berucap ihram pertama, bagi yang punya niatan haji atau umroh. Namun, miqot jamaah letaknya berbeda-beda, tergantung dari mana datangnya jamaah tersebut.
Jika jamaah datang dari arah Madinah, maka wajib berniat ihram di Dzulhulaifah atau yang dikenal dengan Bir ‘Ali. Jika jamaah datang dari Syam, seperti Palestina, Lebanon, Yordania dan lainnya, maka miqotnya di Al Juhfah. Jika jamaah datang dari arah Riyadh dan sekitarnya, maka miqotnya di Qornul Manazil (As Sailul Kabiir). Sedangkan yang datang dari selatan, atau dari arah Yaman, miqotnya di Yalamlam (As Sa’diyah). Yang ke-5 jika jamaah datang dari Irak, miqotnya di Dzatu ‘Irq (Adh Dhoribah).
Itulah lima tempat miqot yang telah ditetapkan Rasulullah. Jika ada yang melewati miqot tanpa beihram (dengan sengaja), wajib kembali lagi dan berihram dari tempat tersebut. Jika tidak, maka baginya damm (denda) dengan menyembelih satu ekor kambing dan disalurkan pada orang-orang miskin di Makkah.
Selanjutnya Anda mengucapkan niat ihram haji :
لَبَّيك حجًًّا
“Labaika hajjan” (Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah haji.
3. Mulai mengucap kalimat talbiyah
Tata cara haji selanjutnya ucapkanlah kalimat talbiyah:
لَبََّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ،لَبَّيْكَ لاَ شَريْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ والْمُلكَ، لاَشَرِيْكَ لَكَ
“Labbaika Allahumma labbaik, Labbaika Laa Syariika laka labbaik, innal hamda wanni’mata laka wal mulk, laa syariika lak.”
Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.”
Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
4. Bermalam di Mina
Setelah dari Miqot dan sebelum menuju ke Arafah, Anda diwajibkan bermalam di Mina. Di Mina, Anda disunnahkan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Shubuh pada hari Arafah, semuanya dilakukan dengan qashar, tanpa jama’.
Setiap Haji hendaknya memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk sesuatu yang bermanfaat. Seperti mendengarkan ceramah agama, membaca Al-Qur’an, membaca buku tentang manasik haji dan sebagainya.
Tata cara haji yang kelima adalah Wukuf di hari Arafah. Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzul Hijjah), maka setiap jamaah berangkat dari Mina ke Arafah, seraya mengumandangkan kalimat talbiyah atau takbir.
Ketika siang hari dan waktunya sudah masuk dzuhur, maka ia shalat zhuhur dan ashar secara jama’ qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyampaikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan ibadah haji.
Setelah shalat, setiap jamaah menyibukkan diri dengan dzikir, do’a dan merendahkan diri kepada Allah azza wa jalla. Sebaiknya berdo’a dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga terbenamnya matahari. Demikian seperti yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena itu, setiap jamaah hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak do’a, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, ‘Apa yang mereka kehendaki?’” (HR. Muslim)
Wukuf di Arafah merupakan rukun yang harus Anda lakukan dalam haji, sehingga sangat penting untuk diperhatikan tahap demi tahapnya. Beberapa hal yang suka luput pada jamaah haji di arafah ialah:
6. Bermalam di Muzdalifah
Jika matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para jamaah meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah ia shalat Maghrib dan Isya’ secara jama’ qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Diharamkan mengakhirkan shalat Isya’ hingga lewat pertengahan malam, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ
“Waktu Isya’ adalah sampai pertengahan malam.” [HR. Muslim].
Jika ia takut akan lewatnya waktu, hendaknya ia shalat Maghrib dan Isya’ di tempat mana saja, meskipun di Arafah.
Lalu ia bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian ia shalat Shubuh di awal waktunya, lalu menuju Masy’aril Haram, yaitu bukit yang berada di Muzdalifah, jika hal itu memungkinkan baginya. Jika tidak, maka seluruh Muzdalifah adalah mauqif (tempat berhenti yang disyari’atkan). Di Masy’aril Haram hendaknya ia menghadap kiblat dan memanjatkan pujian kepada Allah, bertakbir, mengesakan dan berdo’a kepadaNya.
Jika pagi telah tampak sangat menguning, sebelum terbit matahari, para jamaah berangkat menuju Mina dengan mengumandangkan talbiyah, hingga melempar jumrah aqabah.
Adapun bagi orang-orang yang lemah dan para wanita maka mereka dibolehkan langsung menuju Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku ketika akhir waktu malam dari rombongan orang-orang (di Muzdalifah) dengan membawa perbekalan Nabiullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim)
7. Melempar jumrah di Hari Raya Qurban
Pada hari ini jamaah diwajibkan melempar jumrah aqabah dengan tujuh batu kerikil dan dengan secara berurutan. Cara melakukannya dengan mengangkat tangan Anda dan mengucapkan takbir setiap kali melempar batu kerikil. Disunnahkan ia menghadap ke jumrah dan menjadikan Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
Waktu melempar jumrah aqabah bagi mereka yang kuat (fisiknya) adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadis Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muththalib pada malam Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk paha-paha kami seraya bersabda:
“Wahai anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit.” (HR. Abu Daud, dalam Shahih Sunan Abi Daud)
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Asma’ radhiyallahu anha, yang diizinkan Rasulullah melakukannya.
Waktu melempar jumrah aqabah berlanjut hingga zawal. Dibolehkan melempar setelah zawal meskipun di malam hari, jika menemui kesulitan untuk melemparnya sebelum zawal.
8. Menyembelih hadyu
Disunahkan untuk segera menyembelih hadyu (sapi atau kambing) sebelum Hari Raya Qurban. Namun hukum menyembelihnya ialah wajib bagi yang melakukan haji tamattu’ dan qiran, meski lewat Hari Raya Qurban. Adapun yang melakukan haji ifrad maka tidak wajib menyembelih hadyu .
Orang yang tidak bisa menyembelih hadyu diwajibkan puasa tiga hari pada waktu haji dan tujuh hari ketika mereka pulang kepada keluarganya.
Penyembelihan itu tidak harus dilakukan di Mina, tetapi boleh dilakukan di Makkah atau tanah suci lainnya (Madinah). Dibolehkan pula bagi tujuh orang untuk berserikat dalam satu ekor unta atau sapi. Disunnahkan untuk menyembelih sendiri dengan tangannya, tetapi jika diwakilkan kepada yang lain maka hal itu dibolehkan.
Ketika menyembelih, disyaratkan menyebut nama Allah, dan disunnahkan untuk menambahkannya dengan bacaan:
بِسمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ إنَّ هَذِهِ مِنكَ وَلَكَ اللَّهُمَّ تَقَبَّل مِنِّي،
“Dengan nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah, sesungguhnya ini adalah dariMu dan milikMu, ya Allah kabulkanlah (kurban) dari kami (ini).”
Waktu penyembelihan masih terus berlangsung hingga tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah.
9. Thawaf di Ka’bah
Thawaf di Ka’bah adalah tujuh kali, sebagaimana thawaf ketika umrah, tetapi tidak dengan jalan cepat dan idhthiba’ (menyelempangkan selen-dang). Lalu disunnahkan untuk melakukan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan. Jika tidak, maka boleh melakukan shalat di tempat mana saja dari Masjidil Haram.
10. Sa’i
Sa’i antara Shafa dan Marwah adalah tujuh putaran, tata caranya sebagaimana yang ada pada sa’i untuk umrah. Adapun orang yang melakukan haji qiran dan ifrad maka cukup baginya sa’i yang pertama, jika mereka telah melakukan sa’i pada thawaf qudum.
11. Mencukur rambut (Tahalul)
Tata cara haji selanjut nya yakni Anda harus mencukur semua rambut. Adapun bagi wanita, maka ia cukup menghimpun semua rambutnya lalu memotong ujungnya kira-kira seujung jari. Jika ujung rambutnya tidak sama panjangnya maka bisa dipotong dari setiap kepangan (genggaman) rambut.
Jika seorang jamaah telah melempar jumrah aqabah dan mencukur atau menggunting rambut maka ia telah tahallul awal. Artinya, boleh baginya melakukan segala sesuatu dari yang dilarang ketika ihram kecuali masalah wanita. Selain itu disunnahkan baginya untuk membersihkan diri dan memakai wangi-wangian sebelum thawaf.
Kemudian, jika ia telah melempar, mencukur atau menggunting rambut, thawaf dan sa’i berarti ia telah tahallul tsani, maka dihalalkan baginya segala sesuatu hingga masalah wanita yaitu hubungan suami istri.
12. Bermalam di Mina pada hari tasyrik
Tahapan selanjutnya ialah jamaah wajib bermalam di Mina pada malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-11 dan ke-12 (bagi yang terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang mengakhirkan/tetap tinggal).
13. Melempar jumrah pada hari tasyrik
Jamaah wajib melempar jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai berikut:
14. Bermalam di Mina pada hari tasyrik
Bermalam yang wajib dilakukan di Mina adalah dengan tinggal di sana pada sebagian besar waktu malam. Misalnya, jika seluruh waktu malam adalah sebelas jam maka Anda wajib tinggal di Mina lebih dari lima jam 30 menit.
Diperbolehkan bagi orang yang tergesa-gesa untuk meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah, yakni setelah melempar jumrah dan hendaknya ia keluar dari Mina sebelum tenggelamnya matahari. Jika matahari telah tenggelam dan ia masih berada di Mina maka ia wajib bermalam dan melempar lagi keesokan harinya, kecuali jika ia telah bersiap-siap meninggalkan Mina lalu matahari tenggelam karena jalan macet atau sejenisnya maka ia dibolehkan tetap pergi.
BACA JUGA: Diperkirakan Suhu Udara di Arab Saudi 40 Derajat, Ini Tips Bagi Jamaah Calon Haji Agar Tidak Sakit
15. Thawaf Wada’
Tata cara haji yang terakhir adalah Thawaf Wada’. Ketika Anda hendak meninggalkan Makkah, Anda wajib melakukan thawaf wada’ sebanyak tujuh kali putaran, setelahnya Anda disunnahkan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim.
Namun bagi perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan thawaf wada’. Dengan demikian selesailah pekerjaan-pekerjaan haji. (***)