Navarin Karim

Merawat Loyalitas Bawahan (Merubah Tradisi Lebaran)

Oleh : Navarin Karim

Seseorang yang melaksanakan seluruh perintah pimpinan  dan memiliki prakarsa, produktivitas tinggi serta mematuhi aturan disiplin yang berlaku,  belum jaminan ia telah memiliki loyalitas terhadap organisasi dan pimpinannya.

Dalam buku Etika Perkantoran (P. Simanjuntak, 2010) mengemukakan bahwa loyalitas adalah  melaksanakan lebih dari yang diperintahkan. Dalam Sistem Kinerja Pegawai (SKP) : loyalitas masih dicantumkan sebagai item evaluasi terhadap pegawai. Sistem yang lama adalah Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3), juga ada penilaian item loyalitas ini.

Memang tidak ada jabaran khusus tentang makna dari “melaksanakan lebih dari yang diperintahkan”. Juga tidak dijelaskan apakah loyalitas diarahkan untuk bawahan atau pimpinan. Namun, banyak beranggapan loyalitas lebih dituntut bawahan terhadap pimpinan.  Artinya si bawahan diharapkan  menjaga nama baik organisasi dan tidak sekalipun ngerasani atau ngerumpi (baca: membicarakan) kejelekan pimpinannya, bahkan menjadi pion pelindung. Pegawai yang loyal  perlu mendapat perhatian khusus dan yang ketahuan pernah membicarakan kejelekan pimpinan jangan pula diberi sanksi administrative, seharusnya  dapat digunakan sebagai muhasabah (self control) bagi pimpinan.     Defenisi diatas dapat saja diartikan loyalitas secara timbal balik bukan  loyalitas sepihak, yaitu bawahan harus loyal kepada organisasi dan pimpinan. Namun sebaliknya pimpinan  harus loyal juga kepada bawahan. Ketika bawahan dapat musibah hanya datang melihat  tanpa membantu secara materi. Ketika si bawahan sakit, pimpinan hanya membawa buah tangan, bukan membantu meringankan bantuan biaya pengobatan. Demikian juga ketika si bawahan memperoleh suka cita, si pimpinan cuma memberikan ucapan selamat dengan support dana ala kadarnya. Padahal perhatian besar pimpinan terhadap bawahan sangat diperlukan. Bukan hanya menuntut  kesetiaan bawahan kepada pimpinan dan organisasi.  Inilah substansi dari loyalitas secara ideal.

Merawat Loyalitas di saat Lebaran

Open house di saat lebaran, hanya menuntut loyalitas bawahan kepada atasan, namun tidak bersifat timbal balik. Bahkan jika bawahan datang terakhir ada pula kata sindirin : kenapa baru datang. Padahal si bawahan mengutamakan silaturahmi dengan orang tuanya yang telah membesarkan dan mendoakannya. Apalagi jika sampai tidak datang, si bawahan dianggap tidak menghargai acara yang sudah dibuat oleh sang pimpinan. Tradisi Nahdatul Ulama (NU) lebih strict lagi dalam memelihara kearifan local bersilaturrahmi. Siapa yang lebih  muda berkunjung ke rumah yang lebih tua/dituakan. Tidak seperti tradisi open house yang tua  mau tak mau, suka tidak suka hadir dalam acara open house, walau pimpinannya jauh lebih muda dibandingkan pimpinannya.

Sebenarnya saat lebaran inilah pimpinan dapat memanfaatkan momentum untuk merawat (maintence) loyalitas pegawainya.  Penulis pernah bertanya dengan salah seorang oknum Kepala Dinas. Apakah Bapak pernah berkunjung ke rumah bawahan Bapak ketika lebaran. Dijawab mana sempat, pegawai saya banyak. Bahkan ada pula oknum pimpinan yang sombong dengan kemukakan “menuju rumahnya  sulit, karena berada di gang sempit yang tidak bisa dilewati mobil”. Padahal jika memanfatkan momentum lebaran untuk berkunjung ke rumah pegawai yang berada pada struktur terendah dalam organisasi menjadi prioritas. Perhatian seIanjutnya baru ditujukan level yang diatasnya.  Ini menjadi surprise bagi bawahan, sambil membatin ia akan berkata dalam hati : mau juga pimpinan mengunjungi rumah mereka. Pegawai akan merasa dimanusiakan (diuwongke) dan insya Allah loyalitasnya akan terpelihara dan lebih meningkat lagi. Hikmah lainnya Pimpinan dapat mengetahui bagaimana tingkat kesejahteraan bawahannya. Ketika berkunjung jangan lupa amplop THR (Tunjangan Hari Raya) tidak resmi. Ketimbang open house yang tidak memberikan kesan mendalam. Bandingkan seandainya dana penyelenggaraan open house  tersebut dialihkan untuk pegawai yang lebih membutuhkan.

Trick Kunjungan ke rumah bawahan.

Programkan jumlah rumah yang akan dikunjungi secara kuantitas dan yang difokuskan. Tahun pertama ketika menjabat : kunjungi 10 rumah. Hari pertama lebaran kunjungi 2 rumah. Diasumsikan jumlah libur lebaran 5 hari. Tahun kedua pilih rumah yang belum pernah dikunjungi dan seterusnya tahun ketiga dan keempat. Jika rumahnya berada di gang sempit, gunakan sepeda motor. Jika gengsi dilihat masyarakat ketika naik motor. Pergi malam hari dan tutup muka dengan helm. Ha ha ha. 

Manfaatnya : Pasti akan membekas bagi bawahan, dust loyalitas mereka diyakini pasti meningkat. Lebaran setahun sekali, buat mereka sekali-sekali merasakan hari kemenangan dengan kebahagiaan.

Jika setelah evaluasi terjadi perubahan signicant terhadap si pegawai baik soal disiplin, dedikasi, inisiatif  dan loyalitasnya. Tahun berikut jika masih menjadi pimpinan dan atau periode selanjutnya seandainya sang pimpinan terpilih kembali pada periode kedua, maka prioritas utama promosi jabatan adalah mereka yang meningkat loyalitasnya. Intinya menjalin komunikasi informal/kamunikasi manusiawi lebih efektif ketimbang komunikasi formal.

Open house memang termasuk komunikasi informal, tapi belum masuk ranah interpersonal karena lebih bersifat kolektif. Dengan kehadiran pimpinan ke rumah bawahan tidak menggugurkan  si bawahan tidak perlu berkunjung ke rumah pimpinan. Tidak wajib, silakan hadir jika sempat.

Penulis: Navarin Karim
Editor: Arya Abisatya