JAMBI, bungopos.com - Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 21,6. Tentunya masih memerlukan upaya besar untuk mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 14%.
Risiko stunting meningkat sebesar 1,6 kali lipat (dari 13,7% menjadi 22,4%) dari kelompok usia 6 hingga 11 bulan ke kelompok usia 12 hingga 23 bulan. Angka ini menunjukkan bahwa pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) setelah usia 6 bulan belum terlaksanakan dengan baik dari segi kesesuaian usia, frekuensi, jumlah, tekstur, dan jenis makanan. Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memantau dan memastikan kecukupan energi protein pada anak.
Headey et.al (2018) melakukan studi dan menyatakan bahwa ada bukti konkrit hubungan stunting dengan indikator konsumsi pangan yang berasal dari hewan, seperti daging, ikan, telur, dan susu atau produk turunannya (keju, yoghurt, dll). Sebagai zat gizi makro, protein hewani dapat dimanfaatkan untuk mencegah stunting karena memiliki sumber asam amino esensial terbaik yang dibutuhkan tubuh untuk mengaktifkan berbagai enzim dan hormon pertumbuhan. Protein hewani juga mengandung vitamin dan mineral yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
Paling tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu sebagai berikut ini :
1. Pola Makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
2. Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil, serta edukasi terkait pentingnya ASI bagi bagi sampai dengan usia 2 tahun.
3. Sanitasi dan Akses Air Bersih
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. Mari bersama-sama kampanyekan konsumsi protein hewani untuk mencegah stunting. (***)