JAKARTA, bungopos.com - Wacana pemakzulan presiden kembali mencuat sejak adanya petisi 100 yang melempar wacana tersebut. Hanya saja, urusan pemakzulan tersebut, bukanlah perkara mudah. Butuh alasan yang kuat untuk melakukannya. Dikutib dari https://www.bbc.com/indonesia, Paling tidak ada tiga alasan seorang presiden dapat dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya menurut pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin.
Pertama, presiden bisa dimakzulkan ketika presiden melakukan pelanggaran pidana, seperti suap, korupsi, penghianatan kepada negara, dan tindak pidana berat lainnya.
Kedua, presiden bisa dimakzulkan ketika melakukan perbuatan tercela. Frasa perbuatan tercela ini terkadang berbeda pemaknaan antar negara. Jika di Amerika misalnya, skandal Bill Clinton dengan Lewinsky itu bukan karena hubungan seksual, tapi karena Clinton berbohong di bawah sumpah. Sedangkan Indonesia masih tanda tanya.
''Saya tidak tahu kalau di Indonesia perbuatan tercela diterjemahkannya seperti apa karena perdebatannya bisa panjang,” kata Zainal.
Terakhir adalah jika presiden tidak lagi memenuhi syarat untuk memimpin negara.
Pasal 7A UUD 1945 mengatur bahwa “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Berdasarkan berbagai alasan tersebut, mungkinkah wacana pemakzulan di implementasikan ? (***)