JAKARTA, bungopos.com - Meski penuh optimisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu tetap waspada. Alasannya, berbagai dinamika yang terjadi di level global diprediksi punya pengaruh kuat terhadap pertumbuhan ekonomi global. IMF misalnya, dalam outlook per Oktober 2023 telah memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 hanya mampu sebesar 2,9%, turun dari proyeksi untuk 2023 sebesar 3%. Proyeksi itu pun telah turun dari kondisi 2022 sebesar 3,5%. World Bank memperkirakan 2024 hanya tumbuh 2,4% sedikit naik dari 2023 yang pertumbuhannya hanya 2,1%.
Ada sejumlah faktor yang bisa menekan perekonomian global ke depan dan mempengaruhi ekonomi domestik di antaranya inflasi dunia yang masih terus bertahan tinggi, pelemahan ekonomi Tiongkok, hingga volatilitas harga komoditas.
Volatilitas harga komoditas terutama masih dipicu oleh eskalasi tensi konflik global, seperti konflik Ukraina-Rusia dan Palestina-Israel, geoeconomic fragmentation, shock akibat perubahan iklim, terbatasnya kebijakan fiskal secara global, hingga peningkatan risiko krisis utang dunia.
Menghadapi ketidakpastian tersebut, Menkeu Sri Mulyani mengingatkan agar semua pihak tetap waspada. Pemerintah sendiri telah menyiapkan sejumlah jurus. Antara lain, berupaya keras menjaga permintaan domestik karena konsumsi kelompok menengah ke bawah sangat besar. Untuk itu, pemerintah terus berusaha untuk menjaga inflasi dan kenaikan harga pangan.Isu pangan, seperti diingatkan sejak awal 2023, menjadi penting untuk diperhatikan. Demikian halnya dengan berbagai kebijakan, seperti insentif pembelian rumah, pembelian mobil, dan lain-lain. Hal itu diharapkan untuk menjaga sisi supply side-nya. Di sisi lain, pemerintah juga terus mendorong kelompok menengah yang masih memiliki daya beli, terus dipacu untuk tumbuh.
Selanjutnya dari sisi pajak, diupayakan tumbuh tinggi. Ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Namun demikian, Menkeu Sri Mulyani mewanti-wanti, hal ini tersebut sebagai critical point bagi Indonesia karena harus menjaga momentum pertumbuhan yang menjadi basis pajak.“Pertumbuhan dari penerimaan pajak kita tahun ini masih 7 persen, so it’s quite remarkable despite baseline-nya naiknya sangat tinggi. Ini akan menimbulkan tax ratio-nya membaik dan kemudian kita fokus belanja akan menjadi lebih baik, meskipun ini adalah tahun terakhir dari Presiden Jokowi. Ini memang mungkin critical point-nya adalah quality spending dan speed of spending,” jelasnya. Menkeu mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sustainable juga harus dipacu dengan produktivitas melalui perbaikan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Selain itu, Menkeu menilai APBN juga harus dijaga kesehatannya untuk menahan berbagai guncangan yang akan muncul di tahun depan. “APBN selama ini waktu dari mulai pandemi atau bahkan sebelum pandemi, kita selalu menjadi countercyclical dan shock absorber yang sangat efektif. Pasti itu bisa dilakukan kalau APBN-nya kredibel dan sehat dan kuat. Makanya selain tadi masalah SDM dan infrastruktur untuk productivity, jaga APBN-nya agar tetap sehat, kuat, dan kredibel,” kata Menkeu. (***)