ILUSTRASI : Zakat memberikan sesuatu kepada yang berhak sesuai nisab

Perusahaan Wajibkah Mengeluarkan Zakat ? Ini Pandangan Syariah Islam

JAMBI, bungopos.com - Dewasa ini perputaran uang didominasi oleh para pelaku bisnis dan perdagangan melalui jenis dan model usaha yang beragam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam, jelas zakat memiliki kontrbusi yang sangat besar dalam mendekatkan jurang ekonomi. Hal ini lantaran zakat diwajibkan kepada pemilik harta dan didistribusikan kepada pihak yang kesusahan dan kekurangan. Atas prinsip inilah, sebagaimana zakat diwajibkan ke atas individu yang memiliki harta, maka zakat juga diwajibkan kepada perusahaan sebagai pusat berputarnya harta khususnya pada zaman modern saat ini.

Beberapa perlakuan fikih yang perlu diperhatikan pada saat proses menghitung zakat perusahaan, diantaranya adalah:

Pertama: Harta Shareholder

Sebagaimana lazimnya bahwa harta perusahaan merupakan harta milik dua orang mitra atau lebih yang dikelola oleh satu manajemen. Kondisi demikian dinisbahkan bagai satu harta, karena adanya kesamaan dalam sifat dan kondisi, yakni kesamaan tujuan.

Pada prakteknya harta masing-masing mitra (shareholder) harus dilihat secara detail, kapan dan berapa dari segi haulnya, takaran zakatnya, nishabnya, presentasenya, dan jumlahnya.

Tatkala sudah diketahui berapa jumlah yang wajib dikeluarkan oleh masing-masing mitra mitra sesuai kepemilikan sahamnya (modal perusahaan). Setelahnya, manajemen perusahaanlah sebagai wali mempunyai kewajiban untuk mengurusnya.

Kedua: Perusahaan Adalah Syakhsiyah I’tibariyah

Dalam pandangan fikih, sebuah korporasi yang diibaratkan sebagai pribadi (Syakhsiyah I’tibariyah) atau satu orang. Maka zakat perusahaan layaknya dihitung sebagai satu kesatuan harta. Setelah itu dibagikan kepada semua mitra sesuai dengan saham mereka masing-masing pada modal perusahaan.

Ketiga: Kewajiban Zakat Pada Mitra

Kewajiban zakat hanya kepada para pemegang saham yang beragama Islam berdasarkan apa yang ia miliki di perusahaan adapun mitra atau pemegang saham non muslim, mereka tidak wajib zakat. Namun mereka bisa saja dibebankan bayaran lain sesuai dengan regulasi perusahaan yang berlaku.

 

Paling tidak ada dua ketentuan zakat perusahaan. Dimana ketentuannya sebagai berikut : 

1. Jika Perusahaan Milik Sendiri

Jika perusahaan itu berasal dari modal sendiri maka yang harus dicari tahu terlebih dulu adalah apakah pemiliknya merupakan pihak yang wajib zakat atau tidak. Sebab salah satu syarat wajib zakat adalah bila pemilik perusahaan adalah seorang mukallaf, yang berarti dia harus seorang muslim.   Untuk pemilik yang bukan muslim maka harta yang dikeluarkan oleh perusahaannya tidak bisa disebut sebagai zakat, kendati diatasnamakan sebagai zakat. Terus sebagai apa? Sudah barang pasti masuk dalam rumpun bantuan sosial, pemberian, dan lain sebagainya. Yang pasti, tidak bisa dikelompokkan sebagai zakat, atau bahkan sedekah, sebab keduanya harus diawali dengan niat ibadah.Berikutnya adalah menghitung ‘urudl al-tijarah (harta niaga). Maksud dari urudl al-tijarah ini adalah:  

ولا يصير العرض للتجارة إلا بشرطين أحدهما: أن يملكه بعقد فيه عوض كالبيع والإجارة والنكاح والخلع والثاني: أن ينوي عند العقد أنه تَمَلَّكَه للتجارة

“Tidak dihitung sebagai harta niaga kecuali adanya dua syarat: pertama, jika harta itu dimiliki melalui akad pertukaran dengan wasilah harga, seperti jual beli, nikah, dan khulu’. Kedua, jika harta itu dimiliki dengan niat untuk niaga” (Abu Ishaq al-Syairazy, al-Madzhab fi al-Fiqhi al-Syafii, Damaskus: Dar al-Fikr, tt., juz 6, h. 48).  

Hampir senada, Al-Hajawi al-Hanbali di dalam al-Iqna’ menjelaskan bahwa syarat harta masuk dalam kategori urudl al-tijarah adalah:

“Syarat urudl tijarah ada tiga, yaitu (1) jika harta itu diperoleh melalui akad pertukaran, (2) untuk mendapatkan harta itu, ada tujuan untuk menjualnya kembali, dan (3) jika penjualannya disertai tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat darinya.” (al-Hajawy, al-Iqna’, Kairo: Dar al-Ma’rifah, tt., juz 1, h. 275).  

Jika mencermati dua ketentuan di atas, maka harta yang bisa dikategorikan sebagai ‘urudl al-tijarah dalam operasional perusahaan adalah mencakup:  

1. Semua bahan hasil proses produksi perusahaan yang sudah meliputi barang jadi sehingga penghitungannya meliputi harga jual jadi kepada pihak konsumen2. Semua bahan baku produksi perusahaan yang diniatkan untuk diolah, dan dihitung berdasar hasil harga beli bahan

3. Semua laba yang diperoleh oleh perusahaan selama satu tahun proses produksi

4. Semua piutang lancar perusahaan yang masuk kategori bisa ditagih dan diharapkan kepastiannya, adalah masuk bagian dari harta yang wajib dizakati. Adapun untuk piutang tidak lancar, maka hal itu dikecualikan dari bagian ‘urudl al-tijarah karena sifat lemahnya kepemilikan

5. Semua utang perusahaan yang berkaitan dengan proses produksi merupakan yang dihitung sebagai pengurang urudl al-tijarah di muka.

Perusahaan Milik Bersama 

Jika sebuah perusahaan didirikan atas dasar syirkah, maka yang perlu dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi peserta syirkah tersebut, adakah yang bukan termasuk wajib zakat.  

Pertama, bila ternyata ada salah satu peserta syirkah yang bukan wajib zakat, maka penghitungan zakat perusahaan bagi peserta wajib zakat adalah dinilai berdasar nisbah modal/saham yang dimiliki oleh anggota yang wajib zakat. Misalnya, pihak wajib zakat itu mengakuisisi modal 60%, dan total harta produksi perusahaan (urudl

Kedua, adapun bila seluruhnya merupakan pihak wajib zakat, maka teknik penghitungannya mengikuti teknik penghitungan perusahaan dengan modal mandiri. Alhasil, tidak ada keraguan mengenai penghitungannya.  

Ketiga, bagaimana bila perusahaan itu didirikan oleh pihak yang bukan wajib zakat? Dalam hal ini, kembali pada pengertian bahwa zakat itu merupakan ibadah, sehingga pelakunya harus pihak yang wajib zakat. Adapun pihak yang bukan wajib zakat, maka pengeluaran harta darinya, tidak bisa dikategorikan sebagai zakat. Wallahu a’lam bish shawab.

Editor: Arya Abisatya
Sumber: https://baznasbazisdki.id/ dan nuonline.co.id