Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo

Guru Besar IPDN Sebut Paradigma Yang Salah Jika Dana Desa Dibelanjakan Diluar Desa, Ini Penyebabnya

JAKARTA, bungopos.com -  Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sadu Wasistiono mengatakan, desa akan sulit maju jika perangkatnya masih memiliki paradigma pembangunan yang salah. Terutama dalam pengelolaan dana desa. Dimana dana desa yang masuk cenderung digunakan untuk membeli produk produk diluar desa. Bukan dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh desa.

''Dana desa yang masuk semestinya diputar di desa untuk mendukung perekonomian masyarakat. Baik itu dengan memanfaatkan tenaga, bahan maupun produk masyarakat setempat,'' ungkap Sadu Wasistiono dalam Seminar Hasil Analisis Kinerja Aparatur Pemerintahan Desa Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa seperti yang direlease website resmi kemendagri. 

Jika dana desa yang diperoleh tidak diputar untuk kegiatan perekonomian setempat katanya, maka akan banyak masyarakat yang pindah ke kota karena perekonomian di desa minim. "Waktu Kita Menyusun Undang-Undang Nomor 6 (Tahun 2014) Itu Ada 28,2 Juta Penduduk Miskin 20 (Juta) Di Desa, 8,2 Jutanya Di Perkotaan. Tetapi Begitu Ditelusuri 8,2 (Juta) itu penduduk miskin desa yang pindah ke kota, yang secara statistik didaftarkan sebagai penduduk miskin kota sebetulnya dia orang desa," Tegasnya.

Sementara itu,  Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo meminta perangkat desa di seluruh Indonesia meningkatkan kinerjanya. Upaya tersebut diperlukan untuk menggali potensi yang dimiliki desa guna memastikan pembangunan di desa dapat terlaksana dengan baik dan berkelanjutan. 

"Kunci utama keberhasilan berbagai program yang ada di desa, sangat dipengaruhi oleh bagaimana kinerja aparatur pemerintahan desa dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara terukur, transparan, akuntabel, profesional, efektif, dan efisien," ungkap Yusharto. 

Lebih lanjut, Yusharto mengatakan, keberadaan otonomi desa memungkinkan masyarakat desa dapat melakukan pembangunan berbasis potensi yang dimiliki. Hal itu karena dinamika otonomi desa berbeda dibanding otonomi di Provinsi, Kabupaten atau Kota. Otonomi di desa didasarkan pada rekognisi atau pengakuan dan penghormatan dari negara atas asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat. 

"Ketentuan ini membuka peluang bagi desa menggunakan otoritasnya untuk memanfaatkan potensi desa, mengelola pembangunan desa secara lebih mandiri dan mempercepat peningkatan kesejahteraan warga desa," tambahnya. 

Sementara itu, Direktur Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Triyuni Soemastono mengamini pernyataan Yusharto. Menurutnya, dalam menjalankan tugas, perangkat desa perlu memiliki sikap Critical Thinking atau kemampuan untuk bisa berpikir lebih jernih dan lebih rasional. Hal ini baik terhadap apa yang harus dilakukan maupun terhadap apa yang harus dipercaya. 

"Misalnya, bagaimana kemampuan perangkat desa mengidentifikasi masalah desanya sendiri harus mampu secara objektif dan komprehensif. Juga kemampuan perangkat desa dalam mengatasi masalah yang teridentifikasi," Jelasnya. (arm)

 

Penulis: Arya Abisatya
Editor: Arya Abisatya
Sumber: https://www.kemendagri.go.id