Navarin Karim
Oleh : Navarin Karim
TAHUN ini kembali terjadi haji Akbar, karena wukuf di Arafah jatuh pada hari Kamis, dengan demikian hari Jum’at adalah Hari Raya Idul Adha.Unforgetable memory pengalaman berhaji tahun 2006. Ada hal yang melekat dalam ingatan penulis, manakala sedang bermalam (mabit) di Muzdalifah, dimana ustads dari Malaysia berceramah mengatakan bahwa seluruh tamu Allah tidak ada perbedaan. Semua berbaju ihram warna putih duduk di tanah menunggu waktu ibadah jamarat yaitu pelemparan jumrah. Memang benar, tidak ada lagi perbedaan antara si kaya dan miskin.
Semua jamaah haji selain memakai baju berwarna putih dan tidak boleh dijahit, juga menghilangkan perasan bangga terhadap diri sendiri.
Beliau mengingatkan bagi pria yang berambut agar digundulkan. Memang tahalul tidak mengharuskan memotong habis. Hanya sekedar saja dipotong rambut sedikit, setelah menyelesaikan tawaf (lari-lari kecil) antara safa dan Marwa. Namun ada implisit hikmah yang dapat penulis ambil, kenapa harus gundul? Sepulang wukuf di Arafah, penulis mendapat hidayah untuk memotong rambut hanya 1 cm diatas kepala.
Padahal setelah tahulul masih punya rambut yang normal. Ketika rambut dipotong, disinilah penulis mendapat jawaban dan merasakan tidak ada yang dibanggakan lagi. Wajahku “koq koyo ngene”.
Sebelum dipotong ada yang mengatakan wajahku seperti Sultan Khalsanah Bolkiah, ada juga mensejajarkan dengan artis Almarhum Rudy Salam dan almarhum Dicky Zulkarnaen. Benar-benar tak mirip lagi. Jadi teringat dengan istilah leluhur yang mengatakan “rambut adalah mahkota hidup. Kenyataan setelah dipotong, seolah tidak bermahkota lagi. Ketika bermalam di Muzdalifah dan Mina tahun 2006 belum ada perbedaan pelayanan. Namun ketika pengalaman umrah haji tahun 2024, ada paradok yang ditemukan.
Saat bis rombongan umrah meliwati Musdalifah dan Mina, penulis mendapat info dari guidence mengatakan lihat bangunan baru itu. Setelah dicermati, ternyata posisi bangunan yang lebih tinggi dan lebih bagus untuk tempat bermalam raja, kerabat, dan tamu-tamu terhormat raja. Penulis lantas tersentak. Ternyata paradigma pelayanan sudah berubah. Tidak ada lagi perlakuan sama rata, sama rasa (egaliter). Tetapi pengkastaan mulai berlaku dalam pelayanan.
Namun penulis berasumsi positif, bagi yang telah beriman dan niat murni beribadah pasti tidak merasakan ada perbedaan. Seperti perbedaan pelayanan haji dengan menggunakan Ongkos Naik Haji (ONH) plus, dengan ONH tanpa plus. Mungkin disikapi sama oleh kaum yang beriman. Ada lagi pengalaman baru ketika melaksanakan umrah tahun 2024, yaitu penulis dan jamaah umrah mendapat pelayanan “exclusive” saat menuju Raudhah dan pemakaman nabi yang bertepatan pada pada hari Jumat. Rombongan travel umrah kami diberi tanda khusus dan mendapat pelayanan jalur bebas hambatan serta ditempatkan persis di sisi dan radius penceramah dan muazin.
Penceramah dan muazin posisinya lebih tinggi, kami dibawahnya dan berada disisinya. Ketika sedang menunggu ceramah sholat jumat, disekitar radius penceramah dan muazin, seorang petugas berkeliling mengampiri seluruh jamaah satu persatu sembari meneteskan minyak kasturi kental dan asli di balik telapak tangan jamaah. Alhamdulillah kecipratan juga. Inilah yang namanya minyak kasturi asli. Dua hari baru hilang wangi minyak kasturi tersebut, walau sudah diselingi mandi dan wudhu sholat. Pertanyaannya kenapa bisa dapat pelayanan khusus demikian? Ternyata travel rombongan umrah kami sudah ada jalinan kerjasama (kolaborasi) dengan Orang dalam (Ordal) atau petugas haji di Madinah.
Saya punya dugaan inisiatif kolaborasi ini berasal dari orang Indonesia. Soal kolusi sudah tidak heran lagi ? Pertimbangan lain bahwa fulus masih disenangi oleh oknum pelayan haji Mekah. Bukankah bangsa Indonesia jagonya soal-soal kolusi dan kolaborasi ini. Mahkamah Konstitusi saja tak luput dari aroma ini. System apa saja yang diperbaharui akan ada cara-cara cerdik untuk dimanipulasi. Penerimaan pegawai dengan system Computer Assisted Test (CAT) agar sytem perekrutan PNS dapat dilakukan seobyektif mungkin..
Apakah system ini menutup kemungkinan tidak obyektif? Sebatas mengeliminir tidak obyekif masih mungkin, tapi menghilangkan sama sekali belum bisa. Peluang perjokian, penggunaan alat yang dipasang di kuping dan menggunakan ordal pun masih bisa terjadi.
System adalah kerjanya Artificial Inteligent (AI), namun jangan lupa the man behind the gun. Kecerdikan manusia melakukan manipulasi lebih cepat dari AI. Kalau bisa dimanipulasi, kenapa harus jujur. Itu adalah pemeo oknum birokrat yang nakal. Anies Baswedan juga mempersoalkan. Kenapa pengadu yang harus menunjukkan bukti asli, seharusnya yang tertuduh yang harus menunjukkan secara terbuka. “Selesai persoalan”. Kecerdasan Ordal dalam memelintir fakta, mengakibatkan persoalan jadi berlarut-larut dan melibatkan orang semakin banyak yang tertuduh.
Secepat mungkin saja buka persoalan tersebut dibuka di pengadilan sehingga lebih transparan dan obyekif. Pelayanan di rumah sakit milik pemerintah juga tidak luput dari praktek demikian, jika anda kenal dengan ordal, maka akan lebih mudah mendapat kamar inap. Jika tidak, ikuti Standar Operasional (SOP) yang sudah ditentukan.------Penulis adalah Dosen Purnabakti Jurusan Ilmu Sosial Politik Universitas Jambi.
Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi
E-Mail: bungoposonline@gmail.com