Navarin Karim
Pemberdayaan Lembaga Adat Melayu Dalam Meningkatkan Kualitas Demokrasi
Navarin Karim
Penerapan demokrasi di Indonesia yang merupakan adopsi ala barat masih belum menemukan bentuk idealnya dalam praktek. Apa yang pernah dikemukakan oleh Prof. Dr. Boediono bahwa pra syarat (conditio sine quoanon dapat demokrasi dapat diejwantahkan secara baik yaitu : (1) Ekonomi masyarakat harus mapan (establish) dan (2) pendidikan masyarakat relatif maju. Konsekuensi yang dihadapi dalam pelaksaan pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah praktek money politik tak dapat terelakkan, karena masyarakat pemilih masih sangat rentan. Komisi Pemilihan Umum tidak bisa masuk dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pencerdasan pemilih, karena fungsinya lebih kepada persoalan teknis administrasi kepemiluan dan peningkatan jumlah partisipasi pemilih. Sementara Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) belum maksimal peranannya dalam mengatasi persoalan money politic. Selama ini mengharapkan peran dari stakeholder dalam meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, yakni lembaga pendidikan Tinggi dan guru-guru SLTA, tokoh masyarakat, Partai Politik, Tim kampanye dan tim sukses, Kesbangpol serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jika dicermati baru Perguruan tinggi dan LSM tertentu yang melakukan kegiatan pencerdasan pemilih. Itupun dengan jumlah peserta yang terbatas. Sebenarnya masih ada lembaga yang potensial dan tidak pernah disebut-sebut bisa diberdayakan dalam peningkatan kualitas demokrasi, yaitu Lembaga Adat Melayu (LAM). Nilai-Nilai adat Melayu dalam penerapan demokrasi masih dianggap ampuh mengatasi persoalan demokrasi di Indonesia. Tupoksi LAM bukan hanya berkaitan dengan pemberian gelar adat, pelatihan perkawinan secara adat, penyelenggaraan perkawinan adat dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran adat , namun lebih dari itu yaitu melestarikan nilai adat Melayu yang berkaitan dengan kearifan lokal Melayu agar tidak lekang kena panas dan tidak lapuk kena hujan. Seperti diungkapkan dalam sebuah iklan : pemimpin boleh berganti-ganti, tapi kopinya tetap kapal api, artinya Zaman boleh berubah, namun nilai-nilai positif yang terkandung harus dapat tetap lestari. LAM merupakan representasi nilai-nilai adat Melayu. Sesuai dengan tupoksi LAM yaitu memelihara dan memanfaatkan ketentuan-ketentuan adat istiadat Melayu yang hidup dan berkembang dalam masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat; memayungi dan menghormati adat istiadat budaya lain yang berkembang yang tidak bertentangan dengan budaya Melayu. Sebenarnya pilkada langsung merupakan satu pola kearifan lokal Melayu yang sudah mengakar kuat di Jambi. Dulu orang Melayu Jambi memilih pemimpin dengan sangat demokrasi, antara lain kepala kampung di kota Jambi. Pasirah di Kabupten Batanghari, Tebo, Bungo, Merangin Tanjung Jabung Barat dan Mendapo di Kerinci dipilih secara langsung. Pengumumannya cukup melalui mesjid atau tukang canang keliling kampung malam hari mengumumkan bahwa besok semua warga tidak boleh kemana-mana karena ada pemilihan. Ternyata semua patuh dan ikut memilih serta tidak perlu pakai Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sementara sekarang perilaku atau orientasi masyarakat pemilih cenderung bergeser. Sebagian berpartisipasi menunggu siraman (kucuran money). Ini pula mungkin penyebab kenapa Daerah Khusus Ibukota (DKI) dianggap sebagai baromater pemilih rational ikut-ikutan bergeser perilakunya? Penulis sempat tersentak, info ketika menonton talk show Televisi Nasional mengatakan partisipasi masyarakat pemilih hanya 53 %. Sangat miris bukan! Jika dari 53 % yang memilih pemenang 30 %, maka itulah pengakuan (legitimacy) masyarakat terhadap Gubernur DKI Jakarta walaupun syah (legal). Dugaan perilaku pemilih apatis masih big question, karena opsi pilihan bukan hanya dua, dugaan penulis lebih mengarah sebagai penyebabnya adalah mengharapkan siraman Money Politic. Oleh sebab itu LAM dapat diberdayakan dalam kegiatan kepemiluan.
Dari narasi diatas dapat direkomendasikan agar LAM menambah tupoksi :
Rekomendasi yang diajukan ini mudah-mudahan membantu KPU dalam penyelenggaraan Pemilu dengan memanfaatkan ketentuan adat istiadat Melayu yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Semoga rekomendasi ini menfapat tanggapan positif dari LAM, KPU dan Kesbangpol.
------
Penulis adalah Dosen jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Jambi.
Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi
E-Mail: bungoposonline@gmail.com