Ekspedisi Sungai Batanghari yang diikuti oleh 50 peserta yang terdiri dari akademisi, peneliti, aktivis lingkungan, pemerintah daerah setempat, serta para jurnalis dan pegiat media sosial memulai penelusuran dari dermaga perahu di Jembatan Sungai Dareh, Kecamatan Pulau Punjung.
Selama berabad-abad, sungai Batanghari menjadi pusat kehidupan masyarakat di sepanjang alirannya. Namun kini, modernisasi membuat masyarakat secara sosiokultural semakin jauh dari Sungai.
JAMBI, bungopos.com – Tidak kurang dari 50 orang peserta ekspedisi yang terdiri dari akademisi, peneliti, aktivis lingkungan, pemerintah daerah setempat, serta para jurnalis dan pegiat media sosial memulai penelusuran dari dermaga perahu di Jembatan Sungai Dareh, Kecamatan Pulau Punjung. Tim menyusuri kawasan hulu sungai menuju ke kawasan Candi Pulau Sawah di Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya.
Sungai Batanghari di hulu telah banyak tercemar oleh aktivitas pertambangan. Selain pertambangan, ada juga problem sampah dan sedimentasi yang turut menyumbang tinggi muka air (TMA) rata-rata yang pada gilirannya meningkatkan resiko banjir.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi, Varial Adhi Putra mengakui bahwa kondisi air sungai saat ini sudah keruh. “Dulu jernih, sekarang keruh karena ada aktivitas penambangan. Terutama di hulu ada tambang emas, hilir ada tambang batu, kerikil, dan pasir,” katanya pada tim Ekspedisi.
Selain aktivitas penambangan, permasalahan sampah juga menjadi soal pencemaran air sungai. Varial menambahkan “sedang digalakkan paradigma baru dalam persoalan sampah. Pihaknya gencar mensosialisasikan pemilahan dan pengolahan sampah. Serta kampanye agar tidak membuang sampah di sungai”.
Sosialisasi tentang sampah ini kata Varial sudah dilakukan di lingkungan pemerintah, sekolah, serta Rumah Sakit “Nanti akan berbasis kelompok masyarakat. Badan Usaha Nagari, dan bank sampah,” jelasnya.
Selain itu, masyarakat di pinggir sungai juga didorong untuk melakukan penanaman pohon di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan gerakan Dharmasraya hijau.
Pengawasan industri di sekitar sungai kata Varial juga digalakkan. Pihak DLH melakukan pengawasan terhadap operasional perusahaan tersebut. Sejauh ini, Varial menyebut baru ada 2 perusahaan yang diberi izin. “Perusahaan yang legal dan punya perizinan. Sekarang ada 2 perusahaan. Baru 2 saja sudah banyak pelanggaran,” jelasnya.
Upaya selanjutnya adalah pengembalian ikan-ikan endemik. Selain diambil airnya untuk minum, memasak, dan mengairi pertanian, masyarakat Batanghari dulunya juga diberkahi dengan ikan yang melimpah.
Dr. Tedjo Sukmono, peneliti Biologi dari Universitas Jambi mengatakan bahwa sensus ikan yang dilakukan sejak tahun 2008 menunjukkan bahwa Batanghari memiliki ikan dengan biodiversity yang tinggi. Seperti patin, belida, nilem, baung, puyou, tilan, gurame.
“Ada 320 spesies jumlah ikan di jambi. Adapun yang sudah terdata melalui sistem barcoding yang kami buat berjumlah 80 spesies,” jelasnya. Batanghari juga punya ikan terbesar di Asia, yakni ikan tapah atau wallago (siluridae),” jelas Tedjo.
Selain ikan terbesar, ada pula spesies ikan terkecil yang telah diakui dunia bernama paedocypris progenetica (genus Paedocypris) juga ada di Batanghari.Meski demikian, kata Tedjo, ada problem pendangkalan, sedimentasi dan pencemaran yang harus segera diatasi. Jika tidak, sudah semakin sulit dicari.
Meskipun badan sungai semakin lebar akibat erosi, namun kedalaman sungai terus tergerus karena lumpur. Bahkan dalam kondisi kemarau, beberapa bagian Sungai Batanghari menjadi daratan.
“Untuk saat ini kondisi sungai Batanghari sudah tidak bagus untuk kehidupan ikan, karena adanya aktivitas antropogenik yang menyebabkan menurunnya kualitas air,” jelasnya.
Menurut Tedjo, perlu dilakukan penyelamatan spesies dengan penangkaran, domestikasi dan restocking ikan. “Kita sudah sulit menemukan ikan di sungai Batanghari. Ikan bergerak pindah ke anak-anak sungai dan danau-danau oxbow sepanjang sungai Batanghari,” jelasnya.
Sehingga kata Tedjo, proses restocking ikan lebih cocok dilepas di danau oxbow dan anak-anak Sungai sepanjang sungai Batanghari.
Berbagai persoalan Sungai Batanghari tersebut semakin menjauhkan masyarakat dari peradaban sungai. Padahal, sejak berbilang abad, Batanghari telah menjadi pusat dari denyut nadi kehidupan masyarakat Dharmasraya. Baik aktivitas sosial, ekonomi, politik, hingga transportasi.
Untuk itulah, Kenduri Swarnabhumi bertekad menggerakkan masyarakat untuk merujuk kembali ke kehidupan kultural yang terpaut dengan sungai. Karena Batanghari-lah yang telah membentuk peradaban. Membangkitkan kembali tradisi-tradisi yang terkait dengan peradaban sungai akan mengembalikan kecintaan masyarakat kepada Sungai dan meningkatkan rasa keterkaitan dengan Sungai. Melestarikan budaya, melestarikan kehidupan sepanjang Sungai. Menjaga kelestarian sungai, membangun peradaban Sungai untuk kehidupan masyarakat yang sejahtera dan bahagia. (*)
Alamat: Graha Pena Jambi Ekspres,
Jl. Kapt. Pattimura No. 35 KM. 08
Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi
E-Mail: bungoposonline@gmail.com